SELAMAT DATANG DI BLOG SDN 003 NUNUKAN SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT UNTUK ANDA ---- BLOGER YANG BAIK POST KOMEN YACH

Sabtu, 18 Desember 2010

1,5 Juta Guru Harus Sarjana

0 komentar
JAKARTA — Sekitar 1,5 juta guru TK hingga SMA harus memiliki kualifikasi pendidikan diploma empat (D-4) atau sarjana pada 2015 nanti. Percepatan peningkatan kualifikasi guru dilakukan dengan memberikan beasiswa pendidikan hingga mengakui pengalaman kerja guru.
Baedhowi, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan Nasional di Jakarta, Rabu (11/8/2010), menjelaskan, berdasarkan data yang sudah diverifikasi tahun lalu terdapat 2.607.311 guru di Tanah Air. Jika mengacu pada nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK), jumlah guru mencapai 2,8 juta, tetapi data itu belum semuanya diverifikasi.
Guru yang memenuhi syarat kualifikasi pendidikan D-4/S-1, seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, baru berkisar 1,1 juta atau 41 persen. Separuhnya masih berpendidikan SMA hingga D-3, terutama guru jenjang TK dan SD.
Menurut Baedhowi, kemampuan pemerintah pusat memberikan beasiswa kuliah adalah sekitar 190.000 guru per tahun. Untuk itu, pemerintah daerah diminta menambah beasiswa pendidikan bagi guru-guru mereka melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Para guru dalam jabatan itu dapat meraih gelar D-4/S-1 dengan cara mengikuti pendidikan reguler di lembaga pendidik tenaga kependidikan (LPTK) di negeri atau swasta yang jumlahnya sekitar 268 institusi. Selain itu, pemerintah membuka pendidikan jarak jauh yang hanya bisa dijalankan LPTK yang ditetapkan pemerintah.
Kebijakan lain yang dikembangkan adalah pengakuan pengalaman kerja dan hasil belajar guru. Pengalaman kerja dan pelatihan guru nantinya bisa dipakai untuk mengurangi beban satuan kredit semester (SKS) guru yang kuliah di jenjang D-4/S-1. Untuk menjaga mutu pengakuan pada pengalaman kerja dan pendidikan, hanya bisa dilakukan oleh 81 LPTK yang ditetapkan Menteri Pendidikan Nasional.

'Manajemen Pendidikan dan IpTek': apa betul...? matematika itu sulit...??

0 komentar

IPTEK, Belajar dari jepang

0 komentar
JEPANG sekarang memang sedang berjuang keras untuk mencegah kebangkrutan ekonominya. Meskipun demikian, tak pelak lagi, Jepang masih nomor satu di Asia dalam hal penguasaan iptek. Bagi masyarakat Jepang informasi hasil perkembangan iptek nampak sudah menjadi teman sehari-hari.
Alat-alat listrik berteknologi baru bersaing muncul satu per satu di dunia industri elektronik, menawarkan alternatif baru pada konsumen. Dari kulkas berenergi rendah sampai mesin cuci dengan prinsip gelombang sonik yang tak perlu sabun cuci. Mobil hibridisasi yang ramah lingkungan karena tak banyak mengeluarkan gas karbon dioksida berlomba-lomba muncul di pasaran. Di bidang bioteknologi, Jepang mengejar ketinggalannya dari Amerika dan Eropa, dengan menyelesaikan pembacaan genom beberapa mikroba yang bernilai industri. Juga menyaingi Eropa dalam teknologi sapi kloning.
Implementasi konsep sosiolisasi iptek tampaknya telah begitu lekat dalam infra struktur masyarakat Jepang. Iptek telah menjadi budaya yang telah menginternalisasi dalam kehidupan sehari-hari. Media massa, industri, lembaga pendidikan (dari SD sampai universitas), dan lembaga penelitian pemerintah membuat kerja sama sinergis tanpa gembar-gembor dalam sosialisasi iptek.
Peran lembaga pendidikan
Budaya iptek Jepang adalah cerminan dari perkembangan iptek Jepang sendiri yang maju begitu pesat sejak kekalahannya dalam perang dunia kedua. Tahun 1958 Jepang mencanangkan pembebasan dari ketergantungan impor dan menjadi negara mandiri dalam memproduksi dengan berbasis iptek. Bersamaan dengan itu sosialisasi dan pendidikan iptek pada publik mulai gencar ditanamkan (Buku Putih Iptek Jepang).
Pada tahun tersebut juga mulai diterapkan pendidikan iptek sejak dini lewat pendidikan formal dari SD, SMP, SMA sampai universitas. Semangat untuk meneliti telah mulai ditanamkan sejak SD. Setiap liburan panjang para murid SD mendapat pekerjaan rumah penelitian bertema bebas. Hasil penelitian mereka dibuat laporan dan diumumkan di depan teman-teman sekelas.
Pada tingkat SMP dan SMA, setiap liburan musim panas, para guru ilmu alam dituntut untuk menyerahkan proporsal penelitian yang bisa dilaksanakan bersama-sama satu kelas.
Sedangkan pada tingkat perguruan tinggi, perguruan tinggi menempati peran sangat strategis. Di universitas Jepang berkumpul sepertiga dari keseluruhan jumlah tenaga peneliti yang berjumlah total 730.000 orang, dan sekitar 20 persen dari dana penelitian yang dianggarkan negara (sekitar 3.2 trilyun yen) dialokasikan untuk pengembangan riset dan penelitian di universitas (Departemen ekonomi, perdagangan, dan industri Jepang).
Karena itu di Jepang, universitas selain sebagai lembaga pendidikan yang menyuplai SDM-SDM spesialis juga adalah lembaga penelitian. Kegiatan penelitian di universitas telah dimulai secara struktur sejak tahun keempat undergraduate. Ini yang membedakan Jepang dengan Amerika Serikat.
Pada tahun kedua atau ketiga, para mahasiswa diprogramkan untuk melakukan kunjungan ke berbagai perusahaan. Tujuannya, di samping untuk memberi wawasan para mahasiswanya untuk memilih pekerjaan yang sesuai minatnya di masa depan, juga memberikan wawasan mereka tentang penerapan iptek secara riil di dunia industri.
Universitas juga dituntut untuk melayani masyarakat dalam informasi ilmiah dan kerja sama dengan pihak industri. Kerja sama dengan berbagai pihak industri dikenal dengan san-gaku-renkei (san berarti industri, gaku berarti dunia akademis, dan renkei berarti kerja sama), yang melahirkan kerja sama sinergis dalam pengembangan iptek. Pengembangan riset dasar dilakukan di universitas, sedangkan aplikasi dan komersialisasinya dilakukan oleh pihak industri.
Selain itu pelayanan kepada masyarakat sekitar kampus diwujudkan dengan penyelenggaraan open campus secara periodik. Di mana dalam satu hari kampus dibuka untuk dikunjungi masyarakat umum. Setiap laboratorium dalam kampus mendemonstrasikan hasil penelitian yang menarik dan mudah dimengerti oleh masyarakat umum dari berbagai usia, dari anak kecil sampai kakek nenek. Walau open campus ini baru dipopulerkan tahun-tahun terakhir, ternyata mendapat sambutan yang sangat baik dari pihak universitas maupun masyarakat sekitar.
Selain open campus, banyak universitas yang menyelenggarakan program sekolah musim panas atau satu hari menjadi mahasiswa. Program ini mengundang murid-murid di level sekolah menengah untuk merasakan menjadi mahasiswa dalam satu hari. Atau merasakan penelitian di universitas selama sepekan dalam sekolah musim panas.
Kerja sama cantik
Tak dapat dipungkiri, media massa, telah menjadi alat penyebaran iptek yang sangat efektif di Jepang. Khususnya televisi menjadi ajang promosi sekaligus sosialisasi sains dan teknologi baru. Ini merupakan cerminan dari konsep iptek mereka. Bahwa pengembangan iptek ditujukan untuk kestabilan dan kemajuan ekonomi bangsa. Maka persaingan perusahaan-perusahaan besar di bidang penjualan produk-produknya adalah equal dengan persaingan hasil pengembangan riset dan teknologi selama bertahun-tahun.
Televisi di samping sebagai ajang iklan produk-produk berteknologi baru, juga alat informasi yang efektif untuk memasyarakatkan iptek. Stasiun televisi, dari yang milik pemerintah sampai swasta, seperti berlomba-lomba menyajikan acara yang berbau ilmiah atau berbau sains dan teknologi.
Acara ini dikemas dalam bentuk bermacam-macam. Jika anda mau yang ringan-ringan saja, anda bisa mengikuti acara TV yang berbentuk quiz. Anda tinggal pilih quiz yang mana yang anda sukai. Jika anda tertarik dengan dunia binatang, tertarik dengan ekologi mereka, namun tak ingin bermumet-mumet seperti mahasiswa di jurusan zoologi, anda bisa saksikan. Anda dapat memahami bahasan sambil tertawa dengan senang hati. Ingin yang lebih serius, anda bisa menonton di chanel lain, yang menyajikan flora dan fauna dalam layar lebar (high vision).
Atau, jika anda tertarik dengan sejarah bangsa-bangsa di dunia, tertarik dengan berbagai kebudayaan di berbagai negara, ada pula acara quiz untuk itu. Bahkan, sebagai seorang Indonesia, saya sangat interest dengan acara ini. Banyak bagian Indonesia yang baru saya ketahui setelah melihat quiz ini, karena Indonesia beberapa kali muncul sebagai bahasa acara.
Tidak sampai di situ. Fenomena sehari-hari bahkan dijelaskan dengan ilmiah populer dan menarik. Misalnya, bagaimana memasak nasi yang enak, dengan terlebih dahulu meneliti parameter nasi yang enak tersebut bagaimana. Bagaimana kelengketannya, kandungan airnya, struktur permukaannya. Semua dengan eksperimen!
Informasi iptek baru, seperti pembacaan genom manusia atau pengobatan penyakit kanker yang paling mutakhir dikemas dalam acara khusus televisi dalam beberapa seri.
Bahkan musibah atau kecelakaan alat transportasi seperti kecelakaan pesawat bukan suatu hal yang begitu saja dilewatkan. Sebab-sebab untuk mencari penyebab kecelakaan dan analisanya sehingga tidak terulang di lain waktu juga menjadi ajang persaingan berita berbagai stasiun TV.
Walau acara-acara seperti ini kental dengan promosi suatu produk perusahaan. Tetapi tak mengurangi nilai ilmiah dan kejujuran. Karena para pakar dari universitas dan lembaga penelitian banyak dipakai untuk menjelaskan berbagai fenomena yang ada.
Jadi dalam sosialisasi iptek dengan TV ini banyak sekali yang diuntungkan. Stasiun televisi karena mendapat masukan dari iklan, pihak sponsor karena bisa mempromosikan produknya, para ahli yang bisa menjadi ajang publikasi kepakarannya dan penelitiannya, di tambah pihak pemirsa T yang menjadi tercerahkan oleh program iptek yang ditontonnya.
Anda pun bisa belajar autodidak lewat TV asal serius dan disiplin. Karena TV pendidikan milik pemerintah menyediakan program bahasa asing, dari Inggris sampai Rusia. Sayang belum ada bahasa Indonesia.
TV pendidikan pemerintah juga menyajikan kuliah dari berbagai profesor dari universitas secara periodik. Orang Jepang lulusan SMA bisa punya pengetahuan selevel mahasiswa graduate asal dia mau berlama-lama dan disiplin mendengarkan kuliah banyak profesor dari berbagai bidang lewat TV.
Dapat disimpulkan, televisi Jepang adalah bukan media hiburan semata-mata. Nampaknya, tanpa gembar-gembor, TV Jepang menyadari perannya yang sangat besar dalam sosialisasi iptek yang merupakan tulang punggung perekonomian mereka. Bagaimana menyajikan iptek dengan suasana menyenangkan dan menarik tanpa mengurangi bobot ilmiahnya, bagaimana menyajikan iptek dalam bahasa persuasif dan mudah dipahami orang awam nampaknya menjadi strategi pemasaran tiap-tiap stasiun televisi.
Media massa lain, seperti surat kabar daerah juga tak ketinggalan peran. Surat kabar daerah menyediakan kolom khusus untuk iptek setiap harinya, dan para wartawannya melakukan kunjungan secara periodik ke laboratorium-laboratorium universitas maupun lembaga penelitian daerah. Buat lembaga penelitian atau universitas, dengan dimasukkan hasil penelitiannya dalam kolom iptek koran, di samping merupakan salah satu sumbangsihnya kepada masyarakat, juga merupakan sarana publikasi peneliti dan lembaga yang bersangkutan.
Sosialisasi iptek di Indonesia
Sosialisasi iptek di Indonesia masih kembang kempis. Kenyataan yang harus segera dirubah. Walau ada pula beberapa kemajuan seperti adanya beberapa situs iptek yang menyajikan berita iptek yang di update setiap hari. Namun, lagi-lagi, ini hanya bisa dinikmati oleh kalangan yang mampu ber-Internet, sehingga informasi iptek hanya bisa merambah masyarakat kelas menengah ke atas. Belum bisa merambah pedesaan dan daerah.
Di sinilah peran besar surat kabar daerah maupun stasiun televisi. Sudah saatnya untuk melirik iptek sebagai komoditas hiburan sekaligus informasi. Karena sekarang, di Indonesia TV dan koran daerah relatif telah menjamah pedesaan.
Di atas semua itu adalah kelancaran penelitian dan pengembangan iptek itu sendiri. Karena sosialisasi tentu saja membutuhkan produk penelitian, yang inovatif maupun improvitatif. Yang tak akan ada hasilnya jika penelitian mandek. Di sinilah dituntut peran besar perguruan tinggi dan lembaga penelitian, karena di dalamnya berkumpul SDM-SDM iptek.
Juga kesadaran para peneliti sendiri untuk memasyarakatkan penelitiannya sangat penting. Mungkin kita harus meniru para peneliti Filipina, yang menyiarkan penelitiannya lewat radio-radio. Karena di Filipina, konon hanya media inilah yang bisa merambah desa-desa. Peneliti tidak dapat meminta masyarakat dan negara untuk mengalokasikan dana besar untuk pengembangan iptek jika kita tidak untuk mengalokasikan dana besar untuk pengembangan iptek jika kita tidak mempromosikannya kepada masyarakat. Karena masyarakat yang mengerti dan sadar akan pentingnya iptek tidak dapat dihasilkan dalam waktu instant, tetapi membutuhkan waktu bertahap serta usaha para peneliti untuk memasyarakatkan sendiri iptek.