SELAMAT DATANG DI BLOG SDN 003 NUNUKAN SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT UNTUK ANDA ---- BLOGER YANG BAIK POST KOMEN YACH

Minggu, 19 Desember 2010

Masalah - masalah dalam pendidikan

0 komentar
Negara belum mampu melaksanakan amanat UUD yaitu 20% APBN untuk pendidikan

-sarana dan prasarana pendidikan yang tidak mendukung

-keprofesionalan guru yang rendah

-kesejahteraan guru yang rendah (terkait dengan keprofesionalan)

-pendidikan dijadikan komoditas politik dalam pilkada-pilkada ,dengan kampanye pendidikan gratis

-belum meratanya pendidikan yang layak bagi seluruh daerah diIndonesia

-belum sesuainya pendidikan dengan karakter daearah-daerah dan karakter Indonesia

ada ynag mau tambahin atao kasih solusi, monggo . . .

tingkatkan kualitas guru dan pendidikan

0 komentar
Bagi murid guru merupakan sosok yang sangat mulia, kehadirannya selalu menjadi penerang bagi semua anak didiknya. Dulu, profesi guru tidak banyak diminati oleh masyarakat, mereka lebih tertarik menjadi dokter, tentara maupun pengusaha.
Tapi sekarang, dengan adanya global crisis yang melanda semua Negara di dunia, profesi ini menjadi salah satu profesi yang cukup menjanjikan.
Namun dengan perkembangan yang pesat ini seharusnya kualitas guru pun jadi meningkat bersamaan dengan naiknya permintaan pasar.
Peran guru beberapa tahun yang lalu bukan hanya sekedar mengajarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebagai sebuah keahlian tetapi juga turut mendidik murid menjadi seorang yang cerdas, sopan santun dan berakhlak mulia.
Akhir-akhir ini sering terdengar banyak keluhan dari beberapa orang tua murid mengenai peran guru sekolah yang kurang berkualitas.
Itu disebabkan dengan mendesaknya kebutuhan ekonomi keluarga sehingga mereka kurang memperhatikan tanggung jawab guru yang sebenarnya. Saya pikir hal seperti ini sangat menyedihkan. Kata mengajar mempunyai arti memberikan pengetahuan yangmereka miliki terlebih dulu kepada para muridnya sehingga mereka bisa mengerti.
Kata mendidik, mempunyai makna yang lebih dalam karena selain guru mempunyai tugas untuk mengajar tapi mereka juga memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan anak muridnya menjadi seorang manusia yang lebih  berbudi luhur. Menurut saya hal itu adalah nilai tambah yang sangat mulia untuk profesi guru.
Beberapa survey mengatakan bahwa banyak orang memilih profesi guru hanya sebagai pelampiasan atau jalan alternative mencari nafkah saja. Hal ini juga lebih menyedihkan bagi kita sebagai orangtua murid.
Guru semacam inilah yang berbahaya, karena mereka tidak mampu membentuk karakter dan mencerdaskan anak didiknya, tetapi mereka malah cenderung menguras harta negara.
Disamping itu, demi terisinya mata pelajaran, sekarang ini dari pihak sekolah sering kali salah kamar dalam menempatkan posisi guru sebagai pemegang mata pelajaran. Hal itu menjadi sebab utama rapuhnya pendidikan bangsa ini, karena kurangnya profesionalitas tenaga pengajar.
Bagaimana cara terbaik untuk meningkatkan kualitas guru demi tercapainya kualitas sumber daya manusia yang tinggi, yang sedang mereka bimbing sekarang ini. Ada cara-cara sebagai berikut :
  1. Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan perhatiannya pada masalah pendidikan bangsa ini, karena tanpa bantuan pemerintah siapapun yang berusaha untuk mengubah keadaan tidak akan mendapatkan hasil yang baik
  2. Perbanyak program beasiswa yang berkualitas untuk mendapatkan guru yang berkualitas tinggi.

  3. Pendapatan guru wajib ditingkatkan terutama mereka yang telah rela mengajar murid sekolah di berbagai tempat terpencil

  4. Penghargaan dan perhatian sekecil apapun pada para guru akan menyentuh hati mereka untuk lebih menyayangi anak didiknya, sehingga secara otomatis guru akan memberikan perhatian lebih pada para murid
Ada baiknya mulai sekarang kita sebagai orangtua mulai lebih memperhatikan keberadaan seorang guru, karena merekalah anak kita bisa menjadi manusia yang lebih berguna di masa depan.

Masalah pendidikan di indonesia

0 komentar
Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Indonesia memiliki daya saing yang rendah Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan didalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumber daya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di negara-negara lain. Setelah kita amati, nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Hal tersebut masih menjadi masalah pendidikan di Indonesia pada umumnya. Adapun permasalahan khusus dalam dunia pendidikan yaitu:
(1). Rendahnya sarana fisik,
(2). Rendahnya kualitas guru,
(3). Rendahnya kesejahteraan guru,
(4). Rendahnya prestasi siswa,
(5). Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan,
(6). Mahalnya biaya pendidikan.
* Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
* Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasny. Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya.* Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel.
* Rendahnya Prestasi Siswa
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.
* Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.
* Mahalnya Biaya Pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci tangan’.

Enaknya jadi guru

0 komentar
Blora, CyberNews. Apa betul guru sudah benar-benar makmur sehingga muncul pemeo,"Wah, enaknya jadi guru ?" Pemeo ini kerap diungkapkan oleh pegawai bukan guru saat melihat berbagai kemudahan dan beragam tambahan penghasilan yang diterima oleh guru. Kemudahan yang diterima antara lain kenaikan pangkat cepat, jumlah hari libur banyak, jam kerja pendek, dan lain-lain.
Sementara tambahan penghasilan yang diterima meliputi tunjangan funsional, tunjangan profesi, tunjangan tambahan penghasilan, bahkan ada daerah yang memberikan transport dan uang makan.
Mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 tahu 1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, dengan jabatan fungsional yang dimiliki memungkinkan guru dapat naik pangkat setiap dua tahun sekali. Enaknya, kenaikan pangkat ini tidak terpengaruh dengan pangkat dan jabatan atasannya. Meskipun kepala sekolah baru berpangkat/ golongan III/d, guru yang aktif dan kreatif dapat melaju ke IV/b dan selebihnya. Ini berbeda dengan pegawai di lingkup struktural yang sangat bergantung dengan pangkat dan golongan atasan langsungnya.
Jumlah hari libur guru juga menggiurkan. Hari libur guru mengikuti hari libur siswa. Jumlahnya sangat banyak. Bisa dihitung jika dalam satu semester ada 3 minggu hari libur, maka dalam setahun ada 6 minggu hari libur. Ini belum termasuk libur puasa Ramadhan, libur Idul Fitri, dan hari-hari tidak efektif pada awal dan akhir tahun pelajaran. Masih ditambah dengan cuti dan izin tidak masuk.
Terkait tambahan penghasilan, yang sangat mencolok adalah pemberian tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok. Tunjangan ini sangat signifikan untuk mengangkat pendapatan guru. Ini merupakan konskuensi dari lahirnya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang tersebut guru diposisikan sebagai suatu profesi sebagaimana profesi dokter, hakim, jaksa, akuntan dan profesi-profesi lain yang mendapat penghargaan sepadan dengan profesinya.
Namun, guru yang belum mendapat tunjangan profesi pun tak kalah enaknya. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan bagi Guru PNS, guru yang belum mendapat tunjangan profesi memperoleh tambahan penghasilan sebesar Rp 250.000 per bulan.
Tambahan penghasilan ini masih ditambah dengan tunjangan pendidikan yang melekat pada gaji pokok dan pendapatan lain-lain dari sekolah, seperti insentif bulanan, honor kegiatan, dan insentif lain. Beragam kemudahan dan berbagai tambahan pendapatan inilah yang terkadang memunculkan perasaan iri dari pegawai lain sehingga mereka berucap enteng," Wah, enaknya jadi guru !"
Tapi, benarkah guru sudah benar-benar makmur ?
Ukuran kemakmuran sangat relatif. Kelebihan materi bukan satu-satunya ukuran kemakmuran atau kesejahteraan. Masih banyak indikator lain yang menentukan makmur dan tidaknya seseorang. Kelebihan materi juga bukan jaminan seseorang hidup bahagia bila tidak bisa memenej secara baik. Namun, dengan pendapatan yang lebih baik minimal dapat meningkatkan taraf hidup guru, meskipun ini baru bisa dinikmati oleh guru PNS.
Pengembangan Diri
Tanda-tanda perbaikan taraf hidup guru sudah mulai terlihat dari beberapa indikator, seperti jumlah jamaah haji yang cenderung meningkat pasca pemberian tunjangan sertifikasi, kemampuan guru membeli motor, membeli mobil, memperbaiki rumah, dan menyekolahkan anaknya. Patut disyukuri bahwa pemberian tunjangan sertifikasi berimplikasi positif pada peningkatan taraf hidup guru.
Memang, makna tersirat dari pemberian kemudahan dan berbagai tambahan penghasilan bagi guru harus berimplikasi pada peningkatan kinerja guru. Misalnya banyaknya hari libur bagi guru harus dimaknai sebagai kesempatan untuk mengembangkan diri, seperti melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) untuk memecahkan berbagai permasalahan pembelajaran yang dihadapi guru di kelas. Kegiatan ini sangat penting karena tanggung jawab professional guru untuk mengondisikan siswa dalam pembelajaran yang aktif, kreatif, dan menyenangkan sangat penting.
Dengan kesempatan waktu yang tersedia guru bisa mengkaji dan mencobakan berbagai strategi pembelajaran baru yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan pendidikan saat ini. Guru juga memiliki banyak kesempatan untuk membaca buku, majalah, jurnal penelitian untuk menambah wawasan pengetahuannya.
Apalagi seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009, aturan kenaikan pangkat/jabatan guru semakin sulit. Jika dalam aturan sebelumnya unsur Pengembangan Profesi dalam penilaian PAK hanya diwajibkan bagi kenaikan pangkat mulai dari golongan IV/a ke IV/b, kini dengan aturan baru unsur Pengembangan Profesi menjadi prasyarat wajib sejak kenaikan pangkat dari golongan III/a ke III/b.
Aturan ini akan mulai diimplementasikan tahun 2011. Misalnya kenaikan pangkat dari III/a ke III/b wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri (pelatihan dan kegiatan kolektif guru) yang nilainya 3 angka kredit. Demikian juga kenaikan pangkat dari IV/a ke IV/b wajib melaksanakan kegiatan pengembangan diri yang nilainya 4 angka kredit dan publikasi ilmiah/karya inovatif dengan 12 angka kredit; dan seterusnya.
Demikian pula, pemberian tambahan pendapatan bagi guru diharapkan dapat memacu guru meningkatkan kompetensi diri, baik melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang diikuti maupun melalui peningkatan kualifikasi pendidikan. Dengan pendapatan yang cukup, mereka dapat menyisihkan sebagian pendapatannya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Bila kedua hal tersebut (pengembangan diri dan peningkatan kompetensi) dapat dilaksanakan, maka akan berpengaruh secara signifikan terhadap performance guru. Pada gilirannya dapat meningkatkan posisi tawar dan penghargaan terhadap guru. Inilah sebenarnya esensi dari lahirnya UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 dan UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003. Bahwa guru merupakan sebuah profesi yang bermartabat di tengah-tengah masyarakat dan memperoleh penghargaan yang tinggi dari masyarakat.
Namun, yakinkah kita bahwa guru sudah benar-benar mendapat penghargaan semestinya?
Citra Guru
Percaya atau tidak, adanya tunjangan profesi guru telah mengangkat citra guru sebagai profesi yang diinginkan akhir-akhir ini. Jika sebelumnya Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan tidak banyak dilirik oleh para calon mahasiswa baru, kini sebaliknya fakultas ini menjadi bahan rebutan. Contohnya program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) di perguruan tinggi manapun selalu diserbu calon mahasiswa baru.
Fakta ini membuktikan bahwa profesi guru makin eksis dan dihargai oleh masyarakat, meskipun kalau kita dalami lebih lanjut belum tentu pilihan calon mahasiswa tersebut dilandasi oleh suatu idealisme. Tapi, paling tidak fakta ini memberi bukti bahwa profesi guru makin menjanjikan masa depan yang lebih baik dan harapan peningkatan taraf hidup.
Dan Kondisi ini sangat menguntungkan untuk mendapatkan calon guru yang berkualitas dan cerdas karena berasal dari pilihan dan seleksi yang ketat. Kelak ketika menjadi guru yang sebenarnya mereka tidak mudah mengeluh dan berkeluh kesah, tetapi dengan bangga berujar, "Wah, enaknya jadi guru !"
- Sunaryo, S.Pd, pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Blora, mahasiswa Magister Administrasi Publik (MAP) Unisri.

Bahaya pergaulan bebas

0 komentar
Semakin tingginya frekuensi arus globalisasi di era industrialisasi yang sudah mengglobal serta arus modernisasi dan sekularisasi sangat berpengaruh besar terhadap pergaulan bebas dengan lain jenis (kumpul kebo), baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Kondisi semacam ini juga sangat mempengaruhi terhadap ideologi masyarakat, sehingga ada sebagian mereka beranggapan, kalau tidak bergaul dengan selain jenis maka di nilai ketinggalan zaman. Inilah salah satu dampak arus globalisasi. Oleh karena itu, dalam kondisi semacam ini manusia di tuntut untuk lebih berhati-hati dalam bertindak.
Kalau kita lacak secara fenominal bahwa pergaulan di masa sekarang- di berbgai tempat-khususnya di perkotaan- seakan-akan sudah menjadi bagian kultur yang di akui keberadaannya dan tidak bisa di hindari lagi, bahkan di anggap hal yang biasa-bisa oleh kalangan remaja.
Padahal kalau di lihat di lapangan, pergaulan ini sangat meresahkan masyarakat, bahkan kalau kalangan remaja terus di biasakan hal semacam ini tanpa ada kesadaran dan pendidikan yang berorientasikan pada moral maka bagaimana dengan bangsa yang akan datang.
Sangat tragis, ternyata pergaulan bebas itu tidak hanya sebatas bergaul melainkan terkadang mendorong untuk melakukan hal yang lebih tidak di sukai oleh agama, seperti, bercumbu rayu, berciuman dan bahkan terjebak dalam perzinahan. Oleh karena itu, tanpa ada sekat-sekat pembatasan antara wanita dan laki-laki yang bukan muhrim maka dampak dan bahayanya seperti itu.
Kalau dalam ajaran islam, pergaulan bebas itu tidak di perbolehkan, bahkan melihat wanita yang bukan muhrim tanpa ada maksud-maksud yang di perbolehkan jug tidak boleh. Semisal saling melihat dan lainnya. Karena hal itu merupakan awal untuk melangkah pada garis selanjutnya seperti janjian dsb. Islam membolehkan bergaul dengan wanita yang bukan muhrimnya apabila ada alasan yang tepat menurut syariat, seperti ingin mengawini, karena sebelumnya di anjurkan melihat si wanita itu, cocok tidaknya.
Di masa sekarang, di Barat, hususnya di Eropa, pergaulan bebas sangatlah dominan bahkan homo dan lesbian sudah menjadi bagian kultur mereka. Ini tidak asing lagi di mata mereka, tapi ini sangat meresahkan masyarakat di sana sebab kasus aborsi di sana makin hari makin meningkat. Ini adalah gambaran dari pengaruh dan bahaya pergaulan bebas.
Secara mendasar ternyata hal semacam ini karena kebebasan di artikan bebas secara mutlak tanpa ada butir-butir aturan yang menjaga jarak antara mereka. Di sadari atau tidak kita harus menjaga jarak dalam pergaulan terutama pergaulan dengan lain jenis. Semoga Allah melindungi kita. Amin. http://remaja.suaramerdeka.com/2008/10/18/bahaya-pergaulan-bebas

RSBI, Sekolah untuk orang kaya

0 komentar
ini menangis tersedu, air matanya berlinang membasahi pipi mungilnya, gadis kecil ini menangis bukan tanpa alasan, keinginannya untuk bersekolah disalah satu sekolah terkenal dikotanya yang menyandang status RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional) tak dapat diraihnya. Penghasilan orang tua sebagai buruh tani yang yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari , merupakan alasan utama sebagai penghambat keinginannya untuk bersekolah disekolah terkenal tersebut. Keinginan yang tulus, tetapi sangat disayangkan karena terhalang oleh kondisi ekonomi yang pas-pasan bahkan boleh dikatakan sebagai keluarga miskin. Kasus tersebut bukan tidak mungkin banyak kita temui pada Rini yang lain dinegara kita tercinta ini.
RSBI/SBI merupakan suatu upaya pemerintah untuk memajukan pendidikan, dengan memperhatikan kualitas pendidikan, yang ditafsirkan secara awam adalah sekolah dengan kualitas lulusan yang mampu menggunakan bahasa inggris sebagai alat komunikasi nya yang menjadi tolak ukur utama siswa yang dikatakan mempunyai kemampuan lebih di dunia pendidikan.
RSBI yang pada dasarnya bermaksud agar mutu pendidikan dapat dimaksimalkan denghan melakukan rintisan sekolah bertaraf international dengan menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar, meskipun juga tidak mengesampingkan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara.
Dalam merintis arah kehidupan dibutuhkan kemampuan dan kecerdasan yang lebih dari yang lain, diantaranya kemampuan berbahasa inggris dalam setiap percakapan , merupakan salah satu modal utama dalam meniti karier kedepan. Akan tetapi yang tak luput dari perhatian, bagi para orang tua yang berkeinginan untuk menyekolahkan putra dan putrinya disalah satu sekolah bersatus RSBI adalah para orang tua diharuskan merogoh kocek lebih dalam untuk membayar berbagai jenispembiayaan, mulai dari biaya pendaftaran yangtergolong mahal ditambah lagi dengan biaya gedung, pakaian seragam, peralatan sekolah, buku-buku pelajaran yang beragam sampai dengan sumbangan sukarela. Bagi para calon siswa yang mempunyai orang tua berpenghasilan tinggi, hal tersebut tidak menjadi soal, berapapun biaya yang dibutuhkan tetap dapat dipenuhi asalkan keinginan dan harapan untuk bersekolah ditempat yang bergengsi dapat tercapai. Lain lagi dengan para orang tua yang berpenghasilan pas-pasan, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari saja sudah susah apalagi menyekolahkan anak-anaknya disekolah-sekolah terkenal yang nota bene berbiaya tinggi hanyalah keinginan sesaat yang pada akhirnya akan terkubur bersama kegalauan dalam masalah kehidupan yang datang silih berganti,
Air mata Rini terus mengalir didalam benaknya tersirat pikiran , yang terasa wajar terdapat pada anak seusianya “Mengapa aku ditakdirkan menjadi orang miskin ?”
Penyebab mahalnya biaya pendidikan disekolah-sekolah berstatus RSBI salah satunya adalah dikarenakan pengadopsian kurikulum sekolah asing yang menjadi Sister School, seperti yang dikatakan oleh Mendiknas Muhammad Nuh, setiap sekolah RSBI harus membeli lisensi kurikulum pendidikan sister school, dan akibatnya biaya pendidikan RSBI pun jauh lebih mahal dibandingkan sekolah regular.
Dikatakan pula RSBI adalah langkah awal menyiapkan sekolah bertaraf internasional (SBI) sebagai salah satu amanah dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional ( UU sisdiknas) no.20/2003. Evaluasi RSBI dalam berbagai jenjang pendidikan itu menerapkan empat tolak ukur untuk lolos tidaknya sekolah bersangkutan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI), tolak ukur tersebut meliputi : akuntabilitas, yaitu pendanaan yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah propinsi,pemerintah kabupaten dan masyarakat yang dapat dipertanggung jawabkan dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Selain itu tolak ukur yang lain adalah prestasi sekolah bersangkutan seperti cara penerimaan siswa baruserta kerjasama dengan pihakluar negeri, ratio antara jumlah guru dengan jumlah siswa, hal tersebut sebagai dasar yang sangat menentukan lolos tidaknya RSBI menjadi SBI.
Berbagai cara sudah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini, mulai dari perubahan kurikulum secara berkala maupun berbagai program yang dimunculkan akan tetapi tetap saja ada masalah dan hambatan yangh terus menghadang mulai dari mutu lulusan dari sekolah RSBI yang diberitakan hampir sama dengan sekolah regular seperti yang terjadi di Yogyakarta yang ternyata antara sekolah RSBI dengan sekolah regular menunjukkan adanya pengharuh yang tidak terlalu signifikan. Hal ini menyebabkan banyak dari orangtua siswa yang berputar haluan dari RSBI menuju sekolah regular yang tentunya lebih terjangkau, lebih murah dan bahkan gratis.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, ada beberapa saran yang bertujuan untuk majunya dunia pendidikan ditanah air kita tercinta, antara lain :
1. Pendidikan yang mengutamakan keagamaan dan akhlak sebagai landasan utama dalam semua program pendidikan. Dengan tanpa melupakan bahasa asing yang juga sebagai acuan.
2. memperbanyak bantuan subsidi pendidikan bagi para anak usia didik yang berasal dari kalangan ekonomi lemah yang mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi , supaya sekolah tidak terkesan miliknya orang kaya. Dan terhindar dari kesan diskriminasi pendidikan.
3. Adanya pengawasan yang ketat, dengan menghindari KKN dalam setiap proyek pendidikan.
Semoga tulisan ini ada manfaatnya, dengan satu harapan dan tekad yang sama semoga pendidikan dinegeri kita tercinta tidak hanya untuk orang kaya tapi untuk semua lapisan masyarakat .serta mampu mencetak generasi-generasi penerus yang bukan hanya pintar tetapi juga memiliki kemampuan mencetak generasi yang beriman, bertakwa dan berakhlakul karimah, semoga.

Status 18 Sekolah RSBI “Diturunkan”

0 komentar
JAKARTA, (PRLM).- Sebanyak 18 sekolah yang berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) “diturunkan” statusnya menyusul “drop” atau menurunnya standar dan mutu pendidikan di sekolah-sekolah bersangkutan. Ke-18 sekolah tersebut terdiri dari 8 Sekolah Menengah Pertama (SMP), 2 Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 8 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) Suyanto mengungkapkan hal itu dalam keterangan pers di Gedung E Kantor Kemdiknas Senayan Jakarta, Kamis (3/5) malam.
Turut mendampingi, Sekretaris Ditjen Mandikdasmen Kemdiknas Bambang Indriyanto dan Direktur Pembinaan SMP Ditjen Mandikdasmen Kemdiknas Didik Suhardi. Dikatakan Suyanto, dari evaluasi yang dilakukan setiap tahunnya, penyebab “drop”-nya sekolah RSBI karena beberapa faktor. Misalnya, leadership kepala sekolah. Lalu, pergantian kepala sekolah yang tidak memenuhi kriteria, pengembangan silabi, pembelajaran, dan Bahasa Inggris siswa dan guru yang kurang. “Setiap tahun kami melakukan evaluasi. Ada RSBI yang berguguran juga,” katanya.
Di antara mereka ada yang kembali menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN). Di SMP misalnya langsung “dicabut” status RSBI-nya, dan diberikan kepada calon (sekolah) lain yang akan mengantikan. Sedangkan di SMK masih diberikan waktu satu tahun untuk memperbaiki diri.
Berdasarkan catatan Kemdiknas, jumlah sekolah RSBI di Indonesia mencapai 1.110 sekolah. Terdiri dari 997 sekolah negeri dan 113 sekolah swasta. Dari jumlah itu, jumlah SD RSBI tercatat sebanyak 195 sekolah, SMP RSBI sebanyak 299 sekolah, SMA RSBI sebanyak 321 sekolah,dan SMK RSBI sebanyak 295 sekolah.
Dikatakan Suyanto, proses RSBI sangat transparan. Bahkan ada beberapa sekolah yang sudah diaudit akuntan publik, seperti di SMA 3 Semarang dan SMA 3 Bandung. Sekolah, kata dia, diharapkan tidak melakukan kebijakan yang “jor-joran”. Akuntabilitas keuangan juga harus dijaga. Seluruh keuangan akan diketahui dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).
Menurut Suyanto, tidak mungkin semua sekolah menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI). Berdasarkan undang undang, setiap kabupaten atau kota ditargetkan memiliki satu sekolah di setiap jenjangnya, yaitu Sekolah Dasar (SD), SMP, SMA, dan SMK. “Untuk menjadi SBI tidak mudah dicapai. Selain itu, tidak semua daerah memenuhi syarat menjadi SBI,” katanya.
Kriteria sekolah bertaraf internasional, antara lain sudah memenuhi SNP (standar nasional pendidikan), guru-gurunya minimum S2/S3 yaitu 10 persen (SD), 20 persen (SMP), dan 30 persen (SMA/SMK), kepala sekolah minimum S2 dan mampu berbahasa asing secara aktif, sarana/prasarana berbasis teknologi informasi komunikasi (TIK), dan manajemen berbasis TIK, ISO 9001 dan ISO 14000. (A-94/das)***

Melindungi hutan indonesia

0 komentar
Di seluruh dunia, hutan-hutan alami sedang dalam krisis. Tumbuhan dan binatang yang hidup didalamnya terancam punah. Dan banyak manusia dan kebudayaan yang menggantungkan hidupnya dari hutan juga sedang terancam. Tapi tidak semuanya merupakan kabar buruk. Masih ada harapan untuk menyelamatkan hutan-hutan ini dan menyelamatkan mereka yang hidup dari hutan.Hutan purba dunia sangat beragam. Hutan-hutan ini meliputi hutan boreal-jenis hutan pinus yang ada di Amerika Utara, hutan hujan tropis, hutan sub tropis dan hutan magrove. Bersama, mereka menjaga sistem lingkungan yang penting bagi kehidupan di bumi. Mereka mempengaruhi cuaca dengan mengontrol curah hujan dan penguapan air dari tanah. Mereka membantu menstabilkan iklim dunia dengan menyimpan karbon dalam jumlah besar yang jika tidak tersimpan akan berkontribusi pada perubahan iklim.
Hutan-hutan purba ini adalah rumah bagi jutaan orang rimba yang untuk bertahan hidup bergantung dari hutan-baik secara fisik maupun spiritual.
Hutan-hutan ini juga merupakan rumah bagi duapertiga dari spesies tanaman dan binatang di dunia. Yang berarti ratusan ribu tanaman dan pohon yang berbeda jenis dan jutaan serangga-masa depan mereka juga tergantung pada hutan-hutan purba.
Hutan-hutan purba yang menakjubkan ini berada dalam ancaman. Di Brazil saja, lebih dari 87 kebudayaan manusia telah hilang; pada 10 hingga 20 tahun kedepan dunia nampaknya akan kehilangan ribuan spesies tanaman dan binatang. Tapi ada kesempatan terakhir untuk menyelamatkan hutan-hutan ini dan orang-orang serta spesies yang tergantung padanya.

Tantangan Profesionalisme Guru Ekonemi Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

0 komentar
Abstraksi

Ada tiga tantangan yang dihadapi guru dalam meng-implementasikan KBK, yaitu; tatangan bidang pengelolaan kurikulum, bidang pembelajaran dan bidang penilaian. Dalam menghadapi tantangan itu akan sangat tergantung pada profesionalisme guru. Guru profesional akan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dan penilaian yang menyenangkan bagi siswa dan guru, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kreativitas belajar pada diri siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan sangat menentukan minat dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Melalui model pembelajaran yang tepat diharapkan siswa tidak hanya dapat pengetahuan ekonomi, namun juga memiliki kesan yang mendalam tentang materi pelajaran, sehingga dapat mendorong siswa untuk mengimplementasikan konsep nilai-nilai ekonomi dalam kehidupan sehari-sehari.
Kata-kata kunci: Profesionalisme guru, Implementasi KBK

Kualitas guru di Indonesia dari beberapa kajian masih dipertanyakan, seperti yang dilaporkan oleh Bahrul Hayat dan Umar (dalam Adiningsih,: 2002). Mereka memperlihatkan nilai rata-rata nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 1998/1999 untuk bidang studi matematika hanya 27,67 dari interval 0-100, artinya hanya menguasai 27,67% dari materi yang seharusnya. Hal serupa juga terjadi pada bidang studi yang lain, seperti fisika (27,35), biologi (44,96), kimia (43,55), dan bahasa Inggris (37,57). Nilai-nilai di atas tentu jauh dari batas ideal, yaitu minimum 75% sehingga seorang guru bisa mengajar dengan baik. Hasil lain yang lebih memprihatinkan adalah penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000) memperlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi di luar bidang keahliannya. Paparan ini menggambarkan sekilas kualitas guru di Indonesia, bagimana dapat dikatakan profesional jika penguasaan materi matapelajaran yang diampu masih kurang, dan bagaimana dikatakan profesional jika masih ada 33% guru yang mengajar diluar bidang keahliahanya. Seperti yang diungkap oleh Geist (2002) bahwa Professionals are specialists and experts inside their fields; their expertise is not intended to be necessarily transferable to other areas, consequently they claim no especial wisdom or sagacity outside their specialties.

Permasalahanya adalah bagaimana guru dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapi dengan baik, jika profesionalismenya masih dipertanyakan. Tulisan singkat ini akan mengulas tentang profesionalisme guru dan tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan KBK.

PROFESIONALISME GURU

Profesi guru menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1, yaitu;
”Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan
Prinsip-Prinsip Profesional Sebagai Berikut:
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme
b. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugasnya.
c. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
d. Mematuhi kode etik profesi.
e. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
kerjanya.
g. Memiliki kesempatan untuk mengernbangkan profesinya secara
berkelanjutan.
h. Memperoleh perlindungan hukurn dalam rnelaksanakan tugas
profesisionalnya.
i. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum”.

Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain:
Ahli di Bidang teori dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik.

Senang memasuki organisasi Profesi Keguruan. Suatu pekerjaan dikatakan sebagai jabatan profesi salah satu syaratnya adalah pekerjaan itu memiliki organiasi profesi dan anggota-anggotanya senang memasuki organisasi profesi tersebut. Guru sebagai jabatan profesional seharusnya guru memiliki organisasi ini. Fungsi organisasi profesi selain untuk menlindungi kepentingan anggotanya juga sebagai dinamisator dan motivator anggota untuk mencapai karir yang lebih baik (Kartadinata dalam Meter, 1999). Konsekuensinya organisasi profesi turut mengontrol kinerja anggota, bagaimana para anggota dalam memberikan pelayanan pada masyarakat. PGRI sebagai salah satu organisasi guru di Indonesia memiliki fungsi: (a) menyatukan seluruh kekuatan dalam satu wadah, (b) mengusahakan adanya satu kesatuan langkah dan tindakan, (3) melindungi kepentingan anggotanya, (d) menyiapkan program-program peningkatan kemampuan para anggotanya, (e) menyiapkan fasilitas penerbitan dan bacaan dalam rangka peningkatan kemampuan profesional, dan (f) mengambil tindakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran baik administratif maupun psychologis.

Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran guru ini seperti ini menuntut pribadi harus memiliki kemampuan managerial dan teknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasa bekerja yang dilandaskan pada panggilan hati untuk melayani orang lain.

Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai jabatan profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasional Pendidikan I tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masayarakat. Kode etik bagi suatu oeganisasai sangat penting dan mendasar, sebab kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Kode etik bergungsi untuk mendidamisit setiap anggotanya guna meningkatkan diri, dan meningkatkan layanan profesionalismenya deni kemaslakatan orang lain.

Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab. Otonomi dalam artian dapat mengatur diri sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan tugasnya. Kemandirian seorang guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk membuat pihlihan nilai, dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan dapat mempertanggung jawabkan keputusan yang dipilihlnya.

Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut. Untuk itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi kepada masyarakat khususnya dalam membelajarkan anak didik.

Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik.
Usman (2004) membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi;

(1) kemampuan mengembangkan kepribadian,

(2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi,

(3) kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Sedangkan kompetensi profesional meliputi: (1) Penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi sekilah di masyarakat, (c) mengenal rinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2) menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi pelajaran yang ajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum maupun bahan pengayaan; (3) kemampuan menyusun program pengajaran, kemampuan ini mencakup kemampuan menetapkan kopetensi belajar, mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan (4) kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran.

GURU YANG PROFESIONAL DAN EFEKTIF

0 komentar
Oleh Prof. Suyanto, Ph.D
Pada era otonomi pendidikan, pemerintah daerah memiliki kewenangan yang amat besar bagi penentuan kualitas guru yang diperlukan di daerahnya masing-masing. .Oleh karena itu di masa yang akan datang, daerah benar-benar harus memiliki pola rekrutmen dan pola pembinaan karier guru agar tercipta profesionalisme pendidikan di daerah. Dengan pola rekrutmen dan pembinaan karier guru yang baik, akan tercipta guru yang profesional dan efektif. Untuk kepentingan sekolah, memiliki guru yang profesional dan efektif merupakan kunci keberhasilan bagi proses belajar-mengajar di sekolah itu. Bahkan, John Goodlad, seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat, pernah melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa peran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran. Penelitian itu kemudian dipublikasikan dengan titel: Behind the Classroom Doors, yang di dalamnya dijelaskan bahwa ketika para guru telah memasuki ruang kelas dan menutup pintu-pintu kelas itu, maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh guru. Hal ini sangat masuk akal, karena ketika proses pembelajaran berlangsung, guru dapat melakukan apa saja di kelas. Ia dapat tampil sebagai sosok yang menarik sehingga mampu menebarkan virus nAch (needs for achievement) atau motivasi berprestasi, jika kita meminjam terminologi dari teorinya McCleland. Di dalam kelas itu seorang guru juga dapat tampil sebagai sosok yang mampu membuat siswa berpikir divergent dengan memberikan berbagai pertanyaan yang jawabnya tidak sekedar terkait dengan fakta, ya-tidak. Seorang guru di kelas dapat merumuskan pertanyaan kepada siswa yang memerlukan jawaban secara kreatif, imajinatif – hipotetik, dan sintetik (thought provoking questions).
Sebaliknya, dengan otoritasnya di kelas yang begitu besar itu, bagi seorang guru juga tidak menutup kemungkinan untuk tampil sebagai sosok yang membosankan, instruktif, dan tidak mampu menjadi idola bagi siswa di kelas. Bahkan dia juga bisa berkembang ke arah proses pembelajaran yang secara tidak sadar mematikan kreativitas, menumpulkan daya nalar, mengabaikan aspek afektif, dan dengan demikian dapat dimasukkan ke dalam kategori banking concept of education-nya Paulo Friere, atau learning to have-nya Eric From. Pendek kata, untuk melindungi kepentingan siswa, dan juga untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) di daerah dalam jangka panjang di masa depan, guru memang harus profesional dan efektif di kelasnya masing-masing ketika ia harus melakukan proses belajar-mengajar.
Dalam konteks otonomi pendidikan, hasil penelitian John Goodlad tersebut memiliki implikasi bahwa pemerintah daerah perlu menciptakan sebuah sistem rekrutmen dan pembinaan karier guru agar para guru benar-benar memiliki profesionalisme dan efektivitas yang tinggi supaya ketika ia memasuki ruang kelas mampu menegakkan standar kualitas yang ideal bagi proses pembelajaran. Suatu pekerjaan dikatakan profesional jika pekerjaan itu memiliki kriteria tertentu. Jika kita mengikuti pendapat Houle, ciri-ciri suatu pekerjaan yang profesional meliputi: (1) harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat; (2) harus berdasarkan atas kompetensi individual (bukan atas dasar KKN-pen.); (3) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi; (4) ada kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat; (5) adanya kesadaran profesional yang tinggi; (6) memiliki prinsip-prinsip etik (kode etik); (7) memiliki sistem sanksi profesi; (8) adanya militansi individual; dan (9) memiliki organisasi profesi. Dari ciri-ciri ini Kantor Dinas Pendidikan di daerah dapat menterjemahkan ke dalam sistem rekrutmen dan pembinaan karier guru agar profesi-onalisme guru dapat selalu ditingkatkan di daerahnya masing-masing. Tanpa berbuat seperti itu kualitas guru akan selalu ketinggalan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain, agar guru tetap profesional perlu ada sistem pembinaan karier yang baik, tersistem, dan berkelanjutan.
Guru yang profesional perlu melakukan pembelajaran di kelas secara efektif. Kemudian, bagaimana ciri-ciri guru yang efektif ? Menurut Gary A. Davis dan Margaret A. Thomas, paling tidak ada empat kelompok besar ciri-ciri guru yang efektif. Keempat kelompok itu terdiri dari: Pertama, memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas, yang kemudian dapat dirinci lagi menjadi (1) memiliki keterampilan interperso-nal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan; (2) memiliki hubungan baik dengan siswa; (3) mampu menerima, mengakui, dan memperhatikan siswa secara tulus; (4) menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar; (5) mampu menciptakan atmosfir untuk tumbuhnya kerja sama dan kohesivitas dalam dan antar kelompok siswa; (6) mampu melibatkan siswa dalam meng-organisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran; (7) mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi; (8) mampu meminimal-kan friksi-friksi di kelas jika ada.
Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran, yang meliputi: (1) memiliki kemampuan untuk menghadapi dan menangani siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses pembelajaran; (2) mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua siswa.
Ketiga, memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feedback) dan penguatan (reinforcement), yang terdiri dari: (1) mampu memberikan umpan balik yang positif terhadap respon siswa; (2) mampu memberikan respon yang bersifat membantu terhadap siswa yang lamban belajar; (3) mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban siswa yang kurang memuaskan; (4) Mampu memberikan bantuan profesional kepada siswa jika diperlukan.
Keempat, memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri, terdiri dari: (1) mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif; (2) mampu mem-perluas dan menambah pengetahuan mengenai metode-metode pengajaran; (3) mampu memanfaatkan perencanaan guru secara kelompok untuk menciptakan dan mengembang-kan metode pengajaran yang relevan. -

(dikutip dari wesite ybs )