JAKARTA, (PRLM).- Sebanyak 18 sekolah yang berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) “diturunkan” statusnya menyusul “drop” atau menurunnya standar dan mutu pendidikan di sekolah-sekolah bersangkutan. Ke-18 sekolah tersebut terdiri dari 8 Sekolah Menengah Pertama (SMP), 2 Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 8 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) Suyanto mengungkapkan hal itu dalam keterangan pers di Gedung E Kantor Kemdiknas Senayan Jakarta, Kamis (3/5) malam.
Turut mendampingi, Sekretaris Ditjen Mandikdasmen Kemdiknas Bambang Indriyanto dan Direktur Pembinaan SMP Ditjen Mandikdasmen Kemdiknas Didik Suhardi. Dikatakan Suyanto, dari evaluasi yang dilakukan setiap tahunnya, penyebab “drop”-nya sekolah RSBI karena beberapa faktor. Misalnya, leadership kepala sekolah. Lalu, pergantian kepala sekolah yang tidak memenuhi kriteria, pengembangan silabi, pembelajaran, dan Bahasa Inggris siswa dan guru yang kurang. “Setiap tahun kami melakukan evaluasi. Ada RSBI yang berguguran juga,” katanya.
Di antara mereka ada yang kembali menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN). Di SMP misalnya langsung “dicabut” status RSBI-nya, dan diberikan kepada calon (sekolah) lain yang akan mengantikan. Sedangkan di SMK masih diberikan waktu satu tahun untuk memperbaiki diri.
Berdasarkan catatan Kemdiknas, jumlah sekolah RSBI di Indonesia mencapai 1.110 sekolah. Terdiri dari 997 sekolah negeri dan 113 sekolah swasta. Dari jumlah itu, jumlah SD RSBI tercatat sebanyak 195 sekolah, SMP RSBI sebanyak 299 sekolah, SMA RSBI sebanyak 321 sekolah,dan SMK RSBI sebanyak 295 sekolah.
Dikatakan Suyanto, proses RSBI sangat transparan. Bahkan ada beberapa sekolah yang sudah diaudit akuntan publik, seperti di SMA 3 Semarang dan SMA 3 Bandung. Sekolah, kata dia, diharapkan tidak melakukan kebijakan yang “jor-joran”. Akuntabilitas keuangan juga harus dijaga. Seluruh keuangan akan diketahui dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).
Menurut Suyanto, tidak mungkin semua sekolah menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI). Berdasarkan undang undang, setiap kabupaten atau kota ditargetkan memiliki satu sekolah di setiap jenjangnya, yaitu Sekolah Dasar (SD), SMP, SMA, dan SMK. “Untuk menjadi SBI tidak mudah dicapai. Selain itu, tidak semua daerah memenuhi syarat menjadi SBI,” katanya.
Kriteria sekolah bertaraf internasional, antara lain sudah memenuhi SNP (standar nasional pendidikan), guru-gurunya minimum S2/S3 yaitu 10 persen (SD), 20 persen (SMP), dan 30 persen (SMA/SMK), kepala sekolah minimum S2 dan mampu berbahasa asing secara aktif, sarana/prasarana berbasis teknologi informasi komunikasi (TIK), dan manajemen berbasis TIK, ISO 9001 dan ISO 14000. (A-94/das)***
Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) Suyanto mengungkapkan hal itu dalam keterangan pers di Gedung E Kantor Kemdiknas Senayan Jakarta, Kamis (3/5) malam.
Turut mendampingi, Sekretaris Ditjen Mandikdasmen Kemdiknas Bambang Indriyanto dan Direktur Pembinaan SMP Ditjen Mandikdasmen Kemdiknas Didik Suhardi. Dikatakan Suyanto, dari evaluasi yang dilakukan setiap tahunnya, penyebab “drop”-nya sekolah RSBI karena beberapa faktor. Misalnya, leadership kepala sekolah. Lalu, pergantian kepala sekolah yang tidak memenuhi kriteria, pengembangan silabi, pembelajaran, dan Bahasa Inggris siswa dan guru yang kurang. “Setiap tahun kami melakukan evaluasi. Ada RSBI yang berguguran juga,” katanya.
Di antara mereka ada yang kembali menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN). Di SMP misalnya langsung “dicabut” status RSBI-nya, dan diberikan kepada calon (sekolah) lain yang akan mengantikan. Sedangkan di SMK masih diberikan waktu satu tahun untuk memperbaiki diri.
Berdasarkan catatan Kemdiknas, jumlah sekolah RSBI di Indonesia mencapai 1.110 sekolah. Terdiri dari 997 sekolah negeri dan 113 sekolah swasta. Dari jumlah itu, jumlah SD RSBI tercatat sebanyak 195 sekolah, SMP RSBI sebanyak 299 sekolah, SMA RSBI sebanyak 321 sekolah,dan SMK RSBI sebanyak 295 sekolah.
Dikatakan Suyanto, proses RSBI sangat transparan. Bahkan ada beberapa sekolah yang sudah diaudit akuntan publik, seperti di SMA 3 Semarang dan SMA 3 Bandung. Sekolah, kata dia, diharapkan tidak melakukan kebijakan yang “jor-joran”. Akuntabilitas keuangan juga harus dijaga. Seluruh keuangan akan diketahui dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS).
Menurut Suyanto, tidak mungkin semua sekolah menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI). Berdasarkan undang undang, setiap kabupaten atau kota ditargetkan memiliki satu sekolah di setiap jenjangnya, yaitu Sekolah Dasar (SD), SMP, SMA, dan SMK. “Untuk menjadi SBI tidak mudah dicapai. Selain itu, tidak semua daerah memenuhi syarat menjadi SBI,” katanya.
Kriteria sekolah bertaraf internasional, antara lain sudah memenuhi SNP (standar nasional pendidikan), guru-gurunya minimum S2/S3 yaitu 10 persen (SD), 20 persen (SMP), dan 30 persen (SMA/SMK), kepala sekolah minimum S2 dan mampu berbahasa asing secara aktif, sarana/prasarana berbasis teknologi informasi komunikasi (TIK), dan manajemen berbasis TIK, ISO 9001 dan ISO 14000. (A-94/das)***
0 komentar:
Posting Komentar