SELAMAT DATANG DI BLOG SDN 003 NUNUKAN SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT UNTUK ANDA ---- BLOGER YANG BAIK POST KOMEN YACH

Minggu, 19 Desember 2010

Tantangan Profesionalisme Guru Ekonemi Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

0 komentar
Abstraksi

Ada tiga tantangan yang dihadapi guru dalam meng-implementasikan KBK, yaitu; tatangan bidang pengelolaan kurikulum, bidang pembelajaran dan bidang penilaian. Dalam menghadapi tantangan itu akan sangat tergantung pada profesionalisme guru. Guru profesional akan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran dan penilaian yang menyenangkan bagi siswa dan guru, sehingga dapat mendorong tumbuhnya kreativitas belajar pada diri siswa. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan sangat menentukan minat dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Melalui model pembelajaran yang tepat diharapkan siswa tidak hanya dapat pengetahuan ekonomi, namun juga memiliki kesan yang mendalam tentang materi pelajaran, sehingga dapat mendorong siswa untuk mengimplementasikan konsep nilai-nilai ekonomi dalam kehidupan sehari-sehari.
Kata-kata kunci: Profesionalisme guru, Implementasi KBK

Kualitas guru di Indonesia dari beberapa kajian masih dipertanyakan, seperti yang dilaporkan oleh Bahrul Hayat dan Umar (dalam Adiningsih,: 2002). Mereka memperlihatkan nilai rata-rata nasional tes calon guru PNS di SD, SLTP, SLTA, dan SMK tahun 1998/1999 untuk bidang studi matematika hanya 27,67 dari interval 0-100, artinya hanya menguasai 27,67% dari materi yang seharusnya. Hal serupa juga terjadi pada bidang studi yang lain, seperti fisika (27,35), biologi (44,96), kimia (43,55), dan bahasa Inggris (37,57). Nilai-nilai di atas tentu jauh dari batas ideal, yaitu minimum 75% sehingga seorang guru bisa mengajar dengan baik. Hasil lain yang lebih memprihatinkan adalah penelitian dari Konsorsium Ilmu Pendidikan (2000) memperlihatkan bahwa 40% guru SMP dan 33% guru SMA mengajar bidang studi di luar bidang keahliannya. Paparan ini menggambarkan sekilas kualitas guru di Indonesia, bagimana dapat dikatakan profesional jika penguasaan materi matapelajaran yang diampu masih kurang, dan bagaimana dikatakan profesional jika masih ada 33% guru yang mengajar diluar bidang keahliahanya. Seperti yang diungkap oleh Geist (2002) bahwa Professionals are specialists and experts inside their fields; their expertise is not intended to be necessarily transferable to other areas, consequently they claim no especial wisdom or sagacity outside their specialties.

Permasalahanya adalah bagaimana guru dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapi dengan baik, jika profesionalismenya masih dipertanyakan. Tulisan singkat ini akan mengulas tentang profesionalisme guru dan tantangan yang dihadapi dalam mengimplementasikan KBK.

PROFESIONALISME GURU

Profesi guru menurut Undang-Undang tentang Guru dan Dosen harus memiliki prinsip-prinsip profesional seperti tercantum pada pasal 5 ayat 1, yaitu;
”Profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan
Prinsip-Prinsip Profesional Sebagai Berikut:
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme
b. Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan sesuai
dengan bidang tugasnya.
c. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugasnya.
d. Mematuhi kode etik profesi.
e. Memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugas.
f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi
kerjanya.
g. Memiliki kesempatan untuk mengernbangkan profesinya secara
berkelanjutan.
h. Memperoleh perlindungan hukurn dalam rnelaksanakan tugas
profesisionalnya.
i. Memiliki organisasi profesi yang berbadan hukum”.

Pada prinsipnya profesionalisme guru adalah guru yang dapat menjalankan tugasnya secara profesional, yang memiliki ciri-ciri antara lain:
Ahli di Bidang teori dan Praktek Keguruan. Guru profesional adalah guru yang menguasai ilmu pengetahuan yang diajarkan dan ahli mengajarnya (menyampaikannya). Dengan kata lain guru profesional adalah guru yang mampu membelajarkan peserta didiknya tentang pengetahuan yang dikuasainya dengan baik.

Senang memasuki organisasi Profesi Keguruan. Suatu pekerjaan dikatakan sebagai jabatan profesi salah satu syaratnya adalah pekerjaan itu memiliki organiasi profesi dan anggota-anggotanya senang memasuki organisasi profesi tersebut. Guru sebagai jabatan profesional seharusnya guru memiliki organisasi ini. Fungsi organisasi profesi selain untuk menlindungi kepentingan anggotanya juga sebagai dinamisator dan motivator anggota untuk mencapai karir yang lebih baik (Kartadinata dalam Meter, 1999). Konsekuensinya organisasi profesi turut mengontrol kinerja anggota, bagaimana para anggota dalam memberikan pelayanan pada masyarakat. PGRI sebagai salah satu organisasi guru di Indonesia memiliki fungsi: (a) menyatukan seluruh kekuatan dalam satu wadah, (b) mengusahakan adanya satu kesatuan langkah dan tindakan, (3) melindungi kepentingan anggotanya, (d) menyiapkan program-program peningkatan kemampuan para anggotanya, (e) menyiapkan fasilitas penerbitan dan bacaan dalam rangka peningkatan kemampuan profesional, dan (f) mengambil tindakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran baik administratif maupun psychologis.

Memiliki latar belakang pendidikan keguruan yang memadai, keahlian guru dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan diperoleh setelah menempuh pendidikan keguruan tertentu, dan kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan. Ada beberapa peran yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pendidik, antara lain: (a) sebagai pekerja profesional dengan fungsi mengajar, membimbing dan melatih (b) pekerja kemanusiaan dengan fungsi dapat merealisasikan seluruh kemampuan kemanusiaan yang dimiliki, (c) sebagai petugas kemashalakatkatan dengan fungsi mengajar dan mendidik masyarakat untuk menjadi warga negara yang baik. Peran guru ini seperti ini menuntut pribadi harus memiliki kemampuan managerial dan teknis serta prosedur kerja sebagai ahli serta keiklasa bekerja yang dilandaskan pada panggilan hati untuk melayani orang lain.

Melaksanakan Kode Etik Guru, sebagai jabatan profesional guru dituntut untuk memiliki kode etik, seperti yang dinyatakan dalam Konvensi Nasional Pendidikan I tahun 1988, bahwa profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui serta dihargai oleh masayarakat. Kode etik bagi suatu oeganisasai sangat penting dan mendasar, sebab kode etik ini merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh setiap anggotanya. Kode etik bergungsi untuk mendidamisit setiap anggotanya guna meningkatkan diri, dan meningkatkan layanan profesionalismenya deni kemaslakatan orang lain.

Memiliki otonomi dan rasa tanggung jawab. Otonomi dalam artian dapat mengatur diri sendiri, berarti guru harus memiliki sikap mandiri dalam melaksanakan tugasnya. Kemandirian seorang guru dicirikan dengan dimilikinya kemampuan untuk membuat pihlihan nilai, dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri dan dapat mempertanggung jawabkan keputusan yang dipilihlnya.

Memiliki rasa pengabdian kepada masyarakat. Pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun masyarakat untuk mencapai kemajuan. Guru sebagai tenaga pendidikan memiliki peran penting dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat tersebut. Untuk itulah guru dituntut memiliki pengabdian yang tinggi kepada masyarakat khususnya dalam membelajarkan anak didik.

Bekerja atas panggilan hati nurani. Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat mencerdakan anak didik.
Usman (2004) membedakan kompetensi guru menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi profesional. Kemampuan pribadi meliputi;

(1) kemampuan mengembangkan kepribadian,

(2) kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi,

(3) kemampuan melaksanakan bimbingan dan penyuluhan. Sedangkan kompetensi profesional meliputi: (1) Penguasaan terhadap landasan kependidikan, dalam kompetensi ini termasuk (a) memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi sekilah di masyarakat, (c) mengenal rinsip-prinsip psikologi pendidikan; (2) menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik materi pelajaran yang ajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang ada pada kurikulum maupun bahan pengayaan; (3) kemampuan menyusun program pengajaran, kemampuan ini mencakup kemampuan menetapkan kopetensi belajar, mengembangkan bahan pelajaran dan mengembangkan strategi pembelajaran; dan (4) kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses pembelajaran.

0 komentar:

Posting Komentar