SELAMAT DATANG DI BLOG SDN 003 NUNUKAN SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT UNTUK ANDA ---- BLOGER YANG BAIK POST KOMEN YACH

Senin, 20 Desember 2010

Modul PLPG Sertifikasi Guru

0 komentar
Pendidikan dan Latihan Profesi Guru  (PLPG) bertujuan untuk meningkatkan
kompetensi,    profesionalisme,  dan  menentukan  kelulusan  guru  peserta
sertifikasi yang belum mencapai batas minimal skor kelulusan pada penilaian
portofolio.
Materi PLPG disusun dengan memperhatikan empat kompetensi guru, yaitu:
(1)  pedagogik,  (2)  profesional,  (3)  kepribadian,  dan  (4)  sosial.  Standardisasi kompetensi  dirinci  dalam materi  PLPG  ditentukan  oleh  LPTK  penyelenggara sertifikasi  dengan mengacu  pada  rambu-rambu  yang  ditetapkan  oleh Dirjen Dikti/Ketua  Konsorsium  Sertifikasi  Guru  dan  hasil  need  assesment.
Penyelenggaraan  PLPG  diakhiri  dengan  ujian  yang mencakup  ujian  tulis  dan ujian kinerja. Ujian tulis bertujuan untuk mengungkap kompetensi profesional dan  pedagogik,  ujian  kinerja  untuk  mengungkap  kompetensi  profesional, pedagogik,  kepribadian, dan  sosial.  Keempat  kompetensi  ini  juga bisa dinilai selama  proses  pelatihan  berlangsung.  Kompetensi  kepribadian  dan kompetensi  sosial  juga dinilai melalui penilaian  teman  sejawat. Ujian  kinerja dalam  PLPG  dilakukan  dalam  bentuk  praktik  pembelajaran  bagi  guru  atau praktik  bimbingan  dan  konseling  bagi  guru  BK,  atau  mengajar  &  praktik supervisi  bagi  guru  yang  diangkat  dalam  jabatan  pengawas.  Ujian  kinerja untuk  setiap peserta minimal dilaksanakan  selama 1  JP.
Peserta  dinyatakan  Lulus  PLPG apabila  SAK(Skor Akhir Kelulusan)  ≥  70,00  dengan  SUT(Skor Ujian Tulis)  tidak  boleh kurang dari 60,00 dan SUP(Skor Uji Praktik Pembelajaran)  tidak boleh kurang dari 70,00.
Untuk bekal persiapan, ada baiknya peserta PLPG memahami modul/materi PLPG.  Berikut modul yang siap diunduh bila diperlukan:

DPRD Nunukan Kritisi Lagi Pendidikan

0 komentar
Fungsi kontrol DPRD Nunukan semakin terasa meningkat. Setelah mengkritik eksekutif yang membangun jalan membelah hutan lindung, wakil rakyat juga memprotes sistim penempatan tenaga pengajar di sana.
BOLEH dibilang, DPRD periode 2004-2009 sudah jauh beda dengan yang sebelumnya. Kalau dulu dominasi eksekutif sangat kuat, sehingga anggota dewan cuma ’ikut’, sekarang tidak begitu lagi.
            Adalah Muslimin dari PPP yang memprotes masalah penempatan tenaga pengajar sekolah di berbagai jenjang pendidikan di daerah itu. Ia mensinyalir pejabat Nunukan telah melakukan ‘penekanan’ terhadap Kadis Pendidikan Nunukan, untuk menempatkan guru di sejumlah sekolah.
Muslimin mengaku mendapat data adanya penempatan guru satu sekolah ditemukan guru yang mengajar bidang studi yang sama hingga lima orang. “Kondisi ini tergambar di kecamatan Nunukan dan Kecamatan Sebatik,” kata Muslimin.
Lantaran kondisi tersebut, Muslimin lantas mempertanyakan manejemen Dinas Pendidikan Nunukan. Asumsinya, seharusnya jika terjadi penumpukan guru dalam satu bidang studi yang sama, Dinas Pendidikan seharusnya mengambil sikap tegas untuk memindahkan guru-guru yang ‘menumpuk’ itu ke daerah yang kekurangan dan lebih membutuhkan guru, tanpa melihat adanya hubungan latarbelakang hubungan emosional guru dengan pejabat pemerintah daerah.
Anggota DPRD dua periode ini mengungkap, penumpukan guru yang sama dalam satu manajemen sekolah lantaran diduga Kadis menerima surat ‘sakti’ sejenis memo dari pejabat Pemkab Nunukan.  “Yang saya tahu selama ini pejabat Kadis Nunukan sangat takut dengan memo pejabat,” ujar Muslimin.
Fenomena itu, menurut politisi PPP Nunukan ini akan berpengaruh besar terhadap lemahnya produk hasil dan kualitas pendidikan di daerah itu. Alasannya, dengan adanya intervensi pejabat kepada Kadis Pendidikan dalam penempatan guru yang berbau ‘kolusi’ itu, sistim pendidikan akan lambat berkembang sebab SDM tenaga pengajar tidak menyebar merata ke daerah-daerah yang lebih membutuhkan.
. “Pernah terdapat salah seorang guru yang mau mengajar di tempat saya. Tapi bidang studi yang diajarnya sudah ditempati lebih dari satu guru.  Sehingga tidak mungkin saya biarkan mereka menumpuk di sekolah yang sama. Saya tidak mau membuat teman yang lain menderita hanya karena memo pejabat itu,” jelas seorang kepala sekolah yang enggan namanya dikorankan.
Paska penolakan penambahan guru tersebut, hanya berselang beberapa hari justru sang guru tersebut datang kembali sambil menenteng memo sakti dari pejabat Nunukan. “Namun saya konsisten tetap menolak memo tersebut. karena saya tak ingin terjadi penumpukan guru bidang studi yang sama di sekolah saya, sebab pasti proses belajar mengajar tidak akan berjalan efesien dan efektif,” papar sang Kepsek tersebut.
Kadisdik Nunukan, Armin Mustafa, kepada wartawan, secara tegas membantah kabar tersebut. Dengan alasan, pihaknya selama ini tak pernah  menerima memo dari pejabat manapun untuk mengintervensi penempatan guru dan kepala sekolah pada sekolah tertentu.
Sebaliknya kepala Diknas Nunukan itu menjelaskan bahwa penempatan guru dan kepala sekolah diberbagai jenjang pendidikan berdasarkan kemampuan dan kebutuhan bidang studi yang diperlukan. “Kami melakukan penempatan sesuai dengan kemampuan yang bersangkutan. Ini sudah dilakukan secara profesional, tanpa ada intervensi dari pihak manapun, termasuk oleh pejabat Nunukan,” bantah Armin. *m sakir/hms/adv

Pendidikan Nunukan Masih Carut Marut

0 komentar
Carut marut dunia pendidikan di Nunukan disorot DPRD Nunukan. Ditemukan keanehan dalam proses pengangkatan kepala sekolah sampai soal infrastruktur.
SALAH satu anggota dewan yang getol menyoroti adalah Muthang Balang. Ia prihatin dengan nasib guru di Nunukan yang dikabarkan terpaksa tinggal di ruangan WC, karena tidak ada tempat tinggal yang layak.
”Itu bukti ketidaksiapan Pemkab Nunukan menyiapkan infrastruktur untuk para pendidik,” kata Muthang Balang yang berasal dari Krayan.
Tak hanya menyangkut sarana dan prasarana guru, Muthang Balang juga mengutak-atik sistim pengangkatan kepala sekolah yang menurut sejumlah anggota DPRD disana benar-benar tidak masuk akal. Akibatnya banyak guru yang diangkat tetapi tidak aktif dengan alasan keluarga dan tidak ada tempat tinggal.
“Jika ditinjau dari anggaran pembangunan infrastruktur dibidang pendidikan, kan lucu kalau masih ada kasus guru yang tinggal di WC,” ujar Muthang kepada BONGKAR!
Sedangkan soal kepala sekolah yang tidak efektif menjalankan tugasnya setelah diangkat, menurutnya, bisa saja terjadi karena kesalahan dari instansi teknis dimana dinas terkait tidak mengkaji secara menyeluruh sebelum memutuskan untuk melakukan mutasi atau pengangkatan jabatan baru dari guru biasa menjadi kepala sekolah.
Menurut Muthang, berbicara masalah pola pengangkatan maupun perpindahan seorang pengajar (guru dan dosen-red) ada aturannya. Tapi untuk Nunukan anggota DPRD dari partai Golkar itu melihat ada kesalahan mendasar yang dilakukan oleh pemerintah sejak berdirinya kabupaten itu.
“Masalah akan terus terjadi, karena kesalahan besar yang telah dilakukan pemerintah sejak berdirinya pemerintahan di daerah ini (Nunukan-red). Pemerintah tidak melihat skala prioritas dalam melakukan perencanaan pembangunan. Apa yang dipikirkan langsung diperintahkan untuk dikerjakan, tanpa melihat prioritas apa yang harus dimulai,” kata Muthang.
Berkaitan dengan alasan pihak Disdik bahwa tidak masuknya guru karena kendala memindahkan keluarganya, menurut Muthang sangat tidak masuk akal. “Kalau dikatakan perpindahan kepala sekolah dia tidak bisa membawa keluarga sekaligus, itu sangat tidak masuk akal. Saya ini di dunia pendidikan sudah 27 tahun. Begitu saya pindahkan guru dari satu daerah ke daerah lain, yang bersangkutan tidak keberatan. Sebab itu dikelola jauh hari sebelumnya dan diatur dengan aturan perundang-undangan, dia jalan kita biayai,” kata Muthang.
Namun apapun alasannya, menurut Muthang, bidang pendidikan di daerah tersebut harus melakukan evaluasi secara besar-besaran. Evaluasi yang dimaksudkan anggota Komisi I DPRD Nunukan itu tidak hanya pada pelaksanaan teknis struktural di instansi tersebut, tapi termasuk pada perencanaan infrastrukturnya.
“Wajar saja kalau guru tidak punya rumah karena yang merencanakan bukan orang Diknas tapi dari Dinas PU. Yang mengerti tentang kebutuhan di lingkungan Dinas Pendidikan itu adalah orang Diknas itu, bukan orang PU. Jadi pola perencanaan ini harus dirubah. Jangan karena membangun gedung itu adalah bentuk pembangunan fisik lantas serahkan kepada Dinas PU, tidak benar itu,” kata Muthang.

Sejarah Singkat Lahir PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)

0 komentar
PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.
Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan huru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).
Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.
Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya.
Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia. Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kesadaran. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka.”
Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.
Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.
Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Melalaui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan.  Mereka adalah – guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan  Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 – seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan.
Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tangan bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan :
1.    Memepertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia;
2.    Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan;
3.    Membela hak dan nasib buruh umumnya, guru pada khususnya.
Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah  Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen, dan tidak berpolitik praktis.
Untuk itulah, sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun.
Semoga PGRI, guru, dan bangsa Indonesia tetap jaya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan

0 komentar
Mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan bentuk mengajar klasikal biasa yang memungkinkan guru dalam waktu yang sama menghadapi beberapa kelompok kecil yang belajar secara kelompok dan beberapa orang siswa yang bekerja atau belajar secara perorangan. Format mengajar ini ditandai oleh adanya hubungan interpersonal yang lebih akrab dan sehat antara guru dengan siswa, adanya kesempatan bagi siswa untuk belajar sesuai dengan kemampuan, minat, cara, dan kecepatannya, adanya bantuan dari guru, adanya keterlibatan siswa dalam merancang kegiatan belajarnya, serta adanya kesempatan bagi guru untuk memainkan berbagai peran dalam kegiatan pembelajaran.
Setiap guru dapat menciptakan format pengorganisasian siswa untuk kegiatan pembelajaran kelompok kecil dan perorangan sesuai dengan tujuan, topik (materi), kebutuhan siswa, serta waktu dan fasilitas yang tersedia. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan perlu dikuasai guru karena penerapannya dapat memenuhi kebutuhan belajar siswa yang berbeda-beda. Selain itu, pembelajaran kelompok kecil dan perorangan memberi kemungkinan terjadinya hubungan interpersonal yang sehat antara guru dengan siswa, terjadinya proses saling belajar antara siswa yang satu dengan lainnya, memudahkan guru dalam memantau pemerolehan belajar siswa, dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dapat menumbuhkembangkan semangat saling membantu, serta memungkinkan guru dapat mencurahkan perhatiannya pada cara belajar siswa tertentu sehingga dapat menemukan cara pendekatan belajar yang sesuai bagi siswa tersebut.
Komponen Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan
Komponen keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan terdiri dari:
1. keterampilan mengadakan pendekatan pribadi, yang ditampilkan dengan cara:
1. menunjukkan kehangatan dan kepekaan terhadap kebutuhan dan perilaku siswa,
2. mendengarkan dengan penuh rasa simpati gagasan yang dikemukakan siswa,
3. merespon secara positif pendapat siswa,
4. membangun hubungan berdasarkan rasa saling mempercayai,
5. menunjukkan kesiapan untuk membantu,
6. menunjukkan kesediaan untuk menerima perasaan siswa dengan penuh pengertian, serta
7. berusaha mengendalikan situasi agar siswa merasa aman, terbantu, dan mampu menemukan pemecahan masalah yang dihadapinya.
2. keterampilan mengorganisasikan kegiatan pembelajaran, yang ditampilkan dengan cara:
1. memberikan orientasi umum tentang tujuan, tugas, dan cara mengerjakannya,
2. memvariasikan kegiatan untuk mencegah timbulnya kebosanan siswa dalam belajar,
3. membentuk kelompok yang tepat,
4. mengkoordinasikan kegiatan,
5. membagi perhatian pada berbagai tugas dan kebutuhan siswa, serta
6. mengakhiri kegiatan dengan kulminasi.
3. keterampilan membimbing dan memberi kemudahan belajar, yang ditampilkan dengan cara:
1. memberi penguatan secara tepat,
2. melaksanakan supervisi proses awal,
3. melaksanakan supervisi proses lanjut, serta
4. melaksanakan supervisi pemaduan.
4. keterampilan merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, yang ditampilkan dengan cara:
1. membantu siswa menetapkan tujuan belajar,
2. merancang kegiatan belajar,
3. bertindak sebagai penasihat siswa, serta
4. membantu siswa menilai kemajuan belajarnya sendiri
Diskusi Kelompok Kecil
Diskusi kelompok kecil merupakan salah satu format pembelajaran yang mempunyai ciri-ciri : (1) melibatkan 3 – 9 orang siswa setiap kelompoknya, (2) mempunyai tujuan yang mengikat, (3) berlangsung dalam interaksi tatap muka yang informal, dan (4) berlangsung menurut proses yang sistematis.
Diskusi kelompok kecil bermanfaat bagi siswa untuk (1) mengembangkan kemampuan berpikir dan berkomunikasi (2) meningkatkan disiplin, (3) meningkatkan motivasi belajar, (4) mengembangkan sikap saling membantu, dan (5) meningkatkan pemahaman.
Komponen dan Prinsip-prinsip Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil
Komponen keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil mencakup (1) memusatkan perhatian siswa, (2) memperjelas pendapat siswa, (3) menganalisis pandangan siswa, (4) meningkatkan kontribusi siswa, (5) mendistribusikan pandangan siswa, dan (6) menutup diskusi. Dalam penerapannya, guru harus memperhatikan hal-hal berikut: (1) harus ada kesamaan latar belakang pengetahuan di antara para anggota kelompok, (2) semua anggota diskusi kelompok harus mampu mengemukakan pendapatnya secara lisan, (3) topik yang dibahas harus bersifat terbuka untuk menampung banyak pendapat, (4) diskusi harus berlangsung dalam suasana keterbukaan, (5) pelaksanaan diskusi harus mengingat keunggulan dan kelemahan-kelemahannya, (6) diskusi memerlukan perencanaan dan persiapan yang matang, dan (7) guru harus mampu mencegah timbulnya hal-hal yang dapat menghambat jalannya diskusi
Sumber Buku Kemampuan Dasar Mengajar Karya Edi Soegito dan Yuliani Nurani

Sejarah Matematika dan Perkembangannya

0 komentar
Matematika adalah alat yang dapat membantu memecahkan berbagai permasalahan (dalam pemerintahan, industri, sains). Dalam perjalanan sejarahnya, matematika berperan membangun peradaban manusia sepanjang masa.
Metode yang digunakan adalah eksperimen atau penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif adalah penarikan kesimpulan setelah melihat kasus-kasus yang khusus. Kesimpulan penalaran induktif memiliki derajat kebenaran barangkali benar atau tidak perlu benar.
Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan dari hal-hal yang umum ke hal yang khusus. Kebenaran dalam penalaran deduktif adalah yakin benar atau pasti benar asalkan asumsi yang mendasarinya juga benar.
Filsafat Matematika
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat sesuatu. Pakar filsafat disebut filsuf, dan adjektifnya filosofi. Setiap filsuf memiliki definisi sendiri-sendiri. Tidak bertentangan tetapi sering saling melengkapi dan ini menunjukkan luasnya bidang persoalan dalam filsafat. Empat hal yang merangsang manusia untuk berfilsafat: ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan. Sifat dasar filsafat adalah: berpikir radikal, mencari asas, memburu kebenaran, mencari kejelasan, dan berpikir rasional. Peranan filsafat adalah sebagai pendobrak, pembebas, dan pembimbing. Aristoteles membagi filsafat ke dalam filsafat teoretis, praktis, dan produktif. Filsuf yang lain membagi filsafat dengan cara lain pula. Epistemologi adalah cabang filsafat yang bersangkutan dengan ilmu pengetahuan. Pokok persoalan epistemologi adalah sumber, asal mula, sifat dasar, bidang, batas, jangkauan, dan validitas serta reliabilitas ilmu pengetahuan. Ontologi adalah cabang filsafat yang membahas segala sesuatu secara menyeluruh. Pembahasan apa yang tampil dan apa yang realita. Tiga teori dalam ontologi adalah: idealisme, materialisme, dan dualisme.
Filsafat dari berbagai bidang ilmu: misalnya filsafat politik, ekonomi, bahasa, pendidikan, matematika, hukum, dan sebagainya.
Filsafat matematika dan filsafat umum dalam sejarahnya adalah saling melengkapi. Filsafat matematika bersangkut paut dengan fungsi dan struktur teori-teori matematika. Teori-teori itu terbebas dari asumsi-asumsi atau metafisik.
Filsuf matematika yang dikenalkan di sini adalah Pythagoras, Plato, Aristoteles, Leibniz, dan Kant. Doktrin Pythagoras antara lain bahwa fenomena yang tampak berbeda dapat memiliki representasi matematis yang identik (cahaya, magnet, listrik – sebagai getaran – dapat memiliki persamaan diferensial yang sama). Aristoteles menekankan, menemukan ‘dunia permanen’ merupakan realita daripada ‘apa yang tampak’. Aristoteles lebih menekankan pada ‘absraksi’ daripada ‘apa yang tampak’. Leibniz dan Kant menekankan pada proposisi matematis.
Filsafat Pendidikan Matematika
Filsafat pendidikan adalah pemikiran-pemikiran filsafat tentang pendidikan. Dapat mengonsentrasikan pada proses pendidikan, dapat juga pada ilmu pendidikan. Jika mengutamakan proses pendidikan, yang dipersoalkan adalah cita-cita, bentuk, metode, dan hasil dari proses pendidikan. Jika mengutamakan ilmu pendidikan maka yang menjadi pusat perhatian adalah konsep, ide, dan metode pengembangan dalam ilmu pendidikan. Filsafat pendidikan matematika termasuk filsafat yang membahas proses pendidikan dalam bidang studi matematika. Aliran-aliran yang berpengaruh dalam filsafat pendidikan antara filsafat analitik, progesivisme, eksistensialisme, rekonstruksionisme, dan konstruktivisme.
Pendidikan matematika adalah bidang studi yang mempelajari aspek-aspek sifat dasar dan sejarah matematika, psikologi belajar dan mengajar matematika, kurikulum matematika sekolah, baik pengembangan maupun penerapannya di kelas.
Filsafat konstruktivisme banyak mempengaruhi pendidikan matematika sejak tahun sembilan puluhan. Konstruktivisme berpandangan bahwa belajar adalah membentuk pengertian oleh si belajar. Jadi siswa harus aktif. Guru bertindak sebagai mediator dan fasilitator.
Budaya yang paling menonjol dapat dikatakan sebagai ciri khas budaya suatu bangsa. Ciri khas bangsa Yunani kuno adalah ide-ide idealnya, bangsa Romawi dengan budaya politik, militer dan suka menaklukkan bangsa lain. Bangsa Mesir kuno dengan seni keindahan dan juga mistik. Tahun 600 – 1200 ciri khas budaya bangsa Eropa adalah teologis. Tahun 1200 – 1800 budaya bangsa Eropa mulai eksplorasi alam sebelum revolusi industri. Abad ke-19, dan 20 penciptaan mesin-mesin otomatis berbarengan dengan kemajuan dalam bidang sains dan matematika.
Bangsa-bangsa Babilonia, Mesir, Sumeria dapat dipandang sebagai matematika empiris. Nama ini berkaitan dengan perkembangan matematika yang selalu untuk memenuhi keperluan dalam perdagangan, pengukuran, survei, dan astronomi. Dengan kata lain matematika diangkat dari pengalaman manusia bergelut dengan masalah-masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun demikian matematika empiris ini telah mengantisipasi datangnya matematika non-empiris seperti telah digunakannya bilangan negatif, dan sistem bilangan alam atau asli yang menuju ketakhingga.
Kontribusi paling menonjol bangsa Yunani terhadap perkembangan matematika terletak pada dipilihnya metode deduktif dan kepercayaannya bahwa fenomena alam dapat disajikan dalam lambang-lambang bilangan. Dan ini terbukti sekarang telah ditemukan alat-alat elektronik digital.
Bangsa Eropa sendiri baru belakangan tertarik pada matematika. Selama 1000 tahun matematika berkembang di Asia kecil (Yunan, Arab). Tahun 400 – 120 perkembangan matematika dapat dikatakan mandek, hanya beberapa gelintir orang mengembangkan secara individual (tanpa ada komunikasi satu sama lain), di antara mereka adalah Boethius, Alcuino, dan Gerberet, dan yang paling akhir Leonardo Fibonacci.
pusat perkembangan matematika berada di Eropa.
Matematika Kontemporer (1850 – Sekarang)
Aritmetika memiliki peran ganda: sebagai alat bantu sains dan perdagangan, dan sebagai uji komparatif landasan dasar tempat sistem matematika itu dibangun. Hogben, Well, dan McKey dan lain-lain telah melukiskan peran aritmetika dengan indahnya.
Perkembangan kalkulasi yang paling spektakuler adalah diciptakannya “otak elektronik”, komputer. Komputer lebih banyak memerlukan matematika daripada aritmetika elementer. Penciptaan komputer memerlukan kolaborasi para pakar matematika, aritmetika, dan ahli teknik pakar mesin.
Pada abad 20 perkembangan aritmetika makin abstrak dan tergeneralisasi. Perkembangannya mengacu pada aljabar dan analisis guna lebih “mengeraskan” aritmetika. Sebaliknya yang terakhir ini disebut “arimetisasi”
Abstraksi dan generalisasi pada abad 20 telah diantisipasi oleh Lobachevsky dengan munculnya geometri non-euclidnya. Selanjutnya pakar-pakar lain seperti Peacock, Gregory, DeMorgan, memandang aljabar dan geometri sebagai “hipothetico-deductive” dengan cara Euclid.
Dengan kritikan tajam oleh Cantor, Dedekind, dan Weirstrass terhadap sifat-sifat sistem bilangan (seperti faktorisasi, habis dibagi dan sebagainya) pada tahun 1875, pada tahun 1899 Hilbert muncul dengan “metode postulatsional”. Dengan demikian, dari pandangan ini, bilangan, titik, garis dan sebagainya adalah abstrak murni, tidak mempunyai kaitan dengan benda fisik. Akhirnya Peano berjaya menjelaskan bahwa sistem bilangan 1, 2, 3, . . . dapat diperluas (dalam arti dapat “menghasilkan”) sistem bilangan bulat, rasional, real, dan kompleks hanya melalui postulat pada bilangan alam.
Permasalahan terakhir adalah masalah “landasan” atau “pondasi” matematika atas mana struktur matematika itu dibentuk.
Matematika yang telah berkembang selama dua ribu lima ratus tahun oleh generasi ke generasi, ternyata dapat diajarkan kepada anak-anak “hanya” dalam beberapa tahun di sekolah. Oleh karena itu, Prof Judd (psikolog) mengatakan bahwa aritmetika adalah kreasi manusia paling perfect (sempurna) dan alat untuk berkomunikasi sesama manusia. Dengan demikian matematika perlu dijaga dan dikembangkan untuk mengantarkan manusia menyongsong hari esok yang cerah.
Perkembangan Matematika
Perkembangan matematika dilihat dari produktivitas baik kuantitatif maupun kualitatif dari waktu ke waktu makin meningkat dan sangat cepat. Perbandingan ini dikaitkan dengan skala waktu. Perbandingan produktivitas terhadap skala waktu, secara kuantitatif dapat digambarkan mendekati secara eksponensial pertumbuhan biologis.
Ada dua macam pembagian mengikuti waktu atau periode perkembangan. Yang pertama, pembagian waktu ke dalam tiga periode, yakni, “dahulu”, “pertengahan”, dan “sekarang”. Pembagian ini berdasarkan pertumbuhan matematika sendiri dan daya tahan hidup sesuai zamannya. Yang kedua, pembagian menurut cara konvensional dalam tujuh skala waktu menurut penemuan naskah yang dapat dihimpun, yakni (1) Babilonia dan Mesir Kuno, (2) Kejayaan Yunani (600 SM – 300), (3) Masyarakat Timur dekat (sebagian sebelum dan sebagian lagi sesudah (2)), (4) Eropa dan masa Renaissance, (5) Abad ke-17, (6) Abad ke-18 dan 19, dan (7) Abad ke-20. Pembagian ini mengikuti perkembangan kebudayaan Eropa.
Setiap periode, baik yang membagi menjadi 3 atau pun 7, memiliki ciri khas yang umum. Pada periode “dahulu”, ciri khasnya adalah empiris, mendasarkan pada pengalaman (indera) hidup manusia. Periode “pertengahan” mulai dengan analisis (Descartes, Newton, Leibniz, Galileo), sedangkan pada periode “sekarang” ciri khasnya adalah metode abstraksi dan generalisasi. Ternyata perkembangan matematika dilihat dari kualitas dan kekuatannya jauh lebih penting daripada dilihat secara kuantitas. Ingatlah akan definisi matematika yang mengatakan “matematika adalah cara berpikir dan bernalar”, lihat Modul 1. Sedang kekuatannya, misalnya, lihatlah geometri Euclid dibanding dengan geometri non-euclid, yang terakhir ini mampu menyelesaikan masalah lebih rumit (geometri non-euclid digunakan dalam mengembangkan teori relativitas dalam ilmu fisika)
Walaupun demikian kadang-kadang korelasi antara perkembangan matematika dan kebudayaan kadang-kadang korelasi itu negatif.
Perkembangan Matematika Sesudah Renaissance
Masing-masing dari 7 periode terdapat peningkatan kematangan yang signifikan, namun juga terdapat keterbatasannya. Pada periode Yunani, matematika masih bersifat empiris. Pada abad ke-17, kekurangan itu diperbaiki dengan munculnya geometri analitik, proyektif, dan diferensial pada abad berikutnya. Revitalisasi diperlukan agar pertumbuhan matematika makin berkembang dan dapat digunakan dalam ilmu lainnya. Yang terakhir muncul geometri baru (non-euclid) dan menyingkirkan geometri euclid (lama).
Dalam periode terakhir, daerah jelajah matematika makin luas. Beberapa cabang menjadi terlepas dari induknya dan menjadi otonom. Beberapa di antaranya diserap dalam wadah yang lebih besar, misalnya analisis telah menggeneralisasi geometri. Pelarian dan penangkapan kembali ini mengilhami para matematikawan untuk merangkum kembali seluruh matematika. Awal abad ke-20 dipercayai unifikasi akan dicapai melalui logika matematis (Bertrand Russell). Ternyata harapan ini sia-sia dan terlepas.
Motivasi yang melatar-belakangi perkembangan matematika semula diperkirakan ekonomi. Penelitian lebih mendalam ternyata tidak demikian. Latar belakang ekonomi benar untuk matematika praktis yang diterapkan pada perdagangan, asuransi, sains, dan teknologi. Namun perkembangan matematika dapat dimotivasi oleh agama (mistik), kuriositas intelektual, bahkan hanya untuk ‘makanan’ para pakar matematika. Bagi para pakar matematika ‘murni’ tidak ada tujuan apa pun terkecuali untuk mengembangkan teorinya yang rigor, tanpa memikirkan apakah kelak berguna atau tidak (baca lagi sisa-sisa zaman).
Banyak matematika yang telah dikembangkan begitu sulit oleh para pekerja matematika, namun hasilnya terkubur begitu saja. Setiap zaman meninggalkan hasil-hasil yang rinci. Sebagian hanya menarik bagi sejarawan matematika. Jadi hasil-hasil karya setiap zaman dapat saja terkubur, tetapi tidak perlu mati. Dan pekerja yang sudah bersusah-payah ini memang tidak perlu sia-sia.
Berpikir Matematis
Persyaratan Aksioma dalam Sistem Matematis
Sejak awal perkembangannya sampai kira-kira abad ke-16, matematika tidak pernah mengenal kreasi matematika baru, sehingga orang mengatakan matematika adalah statis. Tetapi pendapat ini menjadi tidak benar sebab setelah abad ke-17, Descartes menemukan geometri analitik. Lebih-lebih setelah Bolyai dan Lobachevsky menemukan geometri non-euclid. Ini memicu tumbuhnya metode postulatsional atau metode aksiomatis pada abad ke-19. Pemunculan metode ini dipandang sebagai fajar menyingsing perkembangan matematika. Mulai saat itu, hampir setiap hari dikreasi matematika baru.
Euclid, guru besar di Aleksandria, Mesir, setelah zaman Aristoteles, menulis buku geometri secara aksiomatis. Namun perangkat aksioma buatan Euclid masih kurang rigor (tajam). Kurang rigor-nya ini disebabkan diberinya definisi term-term penyusun aksioma. Contoh: Melalui dua titik yang berlainan hanya terdapat satu garis lurus yang menghubungkan keduanya. Kemudian ia mendefinisikan: titik adalah sesuatu tidak memakan tempat. Pembuka jalan metode aksiomatis adalah Bolyai dan Lobachevsky dalam buku mereka geometri non-euclid. Tetapi yang dianggap pelopornya adalah Peano dan More dari Amerika Serikat, sedangkan Hilbert yang paling berpengaruh.
Sebuah sistem matematika diawali dengan perangkat aksioma. Sejak awal abad ke-19 dikehendaki adanya persyaratan baku untuk suatu perangkat aksioma.
Persyaratan ini adalah konsistensi, independensi, dan kategoris. Agar syarat-syarat rigor dipenuhi, banyaknya term tak didefinisikan harus diminimalkan.
Perangkat aksioma dikatakan konsisten jika tidak ada jalan logis yang mendeduksi kontradiksi di antara proposisi-proposisi yang dihasilkan. Dikatakan independen jika setiap proposisi dalam perangkat aksioma tidak dapat dideduksi dari proposisi-proposisi lainnya dalam perangkat itu. Dikatakan kategoris jika dapat dibentuk isomorphisma dari himpunan-himpunan yang disajikan secara aktual dari perangkat aksioma.
Peran Logika dalam Sistem Matematika
Pythagoras mengusulkan adanya konsep untuk ‘bukti’ yang baku dan jelas dan disetujui oleh semua pakar. Aristoteles menyusun hukum dasar logika yang pertama kali. Ternyata hukum dasar itu identik dengan perangkat aksioma. Term tak didefinisikan dalam aksioma disebut kata primitif dalam logika. Dengan sistem aksioma dalam geometri Euclid, diubah oleh Lobachevsky dan Bolyai, maka kemudian ada maksud mengembangkan logika modern. Russell dan Whitehead telah berhasil menyusun membangun hukum dasar logika modern. Dalam sistemnya mereka memasukkan kata-kata atau, dan, negasi dan sebagainya. Hukum dasar Aristoteles dipandang hanya berlaku untuk semesta tertentu. Hukum dasar logika modern bersifat semesta. Artinya semua matematika dan sains dapat menggunakan hukum dasar logika modern guna menarik kesimpulan, dan tidak tergantung jenis logika yang digunakan. Ternyata baik aksioma matematika maupun hukum dasar logika adalah variabel. Lucasiewics berjaya menyusun sistem logika modern. Keuntungannya tidak perlu lagi menggunakan tabel-tabel matriks nilai kebenaran untuk setiap kemungkinan nilai kebenaran komponennya. Dan dapat langsung untuk sebarang nilai kebenaran komponen-komponennya.
Russell menganggap matematika adalah cabang logika (logistik), Hilbert memandang logika adalah cabang matematika (formalis). Brouwer tidak menyetujui kedua-duanya dan mengatakan setiap keberadaan matematika harus ada jalan mengkonstruksinya (intuisionis). Ini yang kemudian menjadikan suasana bimbang dan tidak pasti.
Sifat Kebenaran Matematika
Teori sains empiris, misalnya fisika atau psikologi, dikatakan benar sejauh teori itu cocok dengan bukti empiris atau kenyataan luar. Matematika tidak demikian. Kebenaran matematika tidak ada sangkut pautnya dengan bukti empiris. Kebenaran matematika diperoleh dari makna kata-kata yang terkandung dalam proposisi yang bersangkutan.
Karena dalam sistem matematika diawali dengan perangkat aksioma dan teori-teori matematika diturunkan secara logis (dengan perangkat logika yang telah ditetapkan) dari aksioma, kebenaran matematika disebut kebenaran kondisional.
Kebenaran perangkat aksioma bukanlah self-evident truth, dan bukan pula sains empiris paling umum. Kebenaran matematika adalah kebenaran apriori, sedangkan kebenaran sais empiris adalah postteori yakni teori itu benar selama masih cocok dengan fakta aktual, atau sampai ada bukti lain yang menolaknya.
Sistem Aksioma Peano sebagai Basis Matematika
Aksioma Peano adalah sebuah contoh sistem aritmetika postulatsional. Aksioma Peano sangat mengagumkan. Perangkat aksioma ini terdiri dari 5 postulat dengan definisi rekursif (maju atau mundur) bilangan-bilangan alam, misalnya 4 = 3´ = (2´ )´ = ((1´ )´ )´ = (((0´ )´ )´ )´ ,. Atau 0´ = 1, 1´ = 2, 2´ = 3, dst. P4 membatasi bahwa setelah bilangan 0 tidak dapat mundur lagi. Dengan menambahkan definisi jumlah D1(a), (b) dan definisi kali D2(a) dan (b), maka dapat dibuktikan sifat-sifat operasi assosiatif, komutatif, dan distributif untuk kedua operasi yang didefinisikan.
Dengan mendefinisikan bilangan positif, negatif, rasional, dan kompleks dengan cara-cara yang sesuai hanya dengan mengambil term-term primitif yang termuat dalam aksioma, semua sistem bilangan memenuhi aksioma. Demikian pula fungsi aljabar seperti fungsi kontinu, limit, kalkulus dsb. Dengan hasil ini maka dikatakan bahwa aksioma Peano merupakan basis matematika.
Kebenaran Konsep-konsep dalam Matematika
Aksioma Peano memuat tiga term tak didefinisikan: ’0′, ‘bilangan’, dan ‘pengikut’ dan 5 buah aksioma. Term-term tak didefinisikan dapat diberi makna biasa, dan secara teoretis dalam takhingga cara. Tetapi makna biasa ini harus mengubah kelima aksioma menjadi proposisi-proposisi yang bernilai benar. Selanjutnya dapat diciptakan definisi kata-kata baru dari term-term yang telah diberi makna biasa itu. Syaratnya definisi ini harus menjadi proposisi yang bernilai benar. Dari definisi dan aksioma dalam makna biasa akan diperoleh teori-teori melalui deduksi logis. Dengan demikian teori yang telah diperoleh dengan makna biasa ini menjadi sistem matematika yang letak kebenarannya ada pada definisi-definisi itu.
G. Frege, Russell dan Whitehead telah secara rinci memberi makna biasa dari term-term tak didefinisikan Peano dan membuat definisi-definisi dengan teknik lambang logika. ‘Bilangan 2′ dalam primitif Peano adalah kosong dari arti. Bilangan 2 adalah makna ‘biasa’. Bilangan alam 2 (biasa) adalah ciri khas dari koleksi himpunan-himpunan C terdiri dari objek-objek, yakni n(C) = 2. Bilangan 2 didefinisikan sebagai berikut: “Terdapat objek x dan objek y sedemikian rupa sehingga (1) x C dan y C, (2) x y, (3) Jika z C adalah sebarang anggota di C, maka z = x atau z = y” Dari definisi ini kita dapat menyimpulkan bahwa n(C) = 2 dengan pertolongan logika.
Kebenaran Matematika dalam Sains Empiris
Tiga term primitif Peano adalah ’0′, ‘bilangan’, dan ‘pengikut’, dapat diinterpretasikan dengan makna biasa dengan banyak cara. Misalnya, primitif ‘bilangan’ diartikan bilangan alam 0, 1, 2, 3, … Primitif dalam makna biasa ini didefinisikan melalui konsep-konsep logika (ada 4 konsep pokok). Ternyata aksioma-aksioma Peano, melalui deduksi, menjadi proposisi-proposisi. Selanjutnya jika perlu diteruskan dengan membuat definisi-definisi non-primitif melalui prinsip-prinsip logika. Dengan cara ini seluruh teori matematika dapat dideduksi dengan menggunakan konsep-konsep logika dan jika diperlukan ditambahkan ‘aksioma pilihan’ dan ‘aksioma infinit’. Dari kenyataan ini maka timbullah pemikiran bahwa matematika adalah cabang logika. Akibat selanjutnya ialah bahwa kebenaran matematika terletak pada definisi-definisi itu. Inilah letak kebenaran aksioma Peano dalam makna biasa. Berbeda dengan teori geometri, geometri dipandang sebagai studi tentang struktur ruang fisik, maka primitif-primitifnya harus dibangun dengan mengacu pada entitas fisik jenis tertentu. Jadi, dengan demikian kebenaran teori geometri dalam interpretasi ini terletak pada persoalan empiris.
Tentang kegunaan matematika dalam sains empiris, harus dilihat dengan telaah lebih mendalam. Sebagian terbesar perkembangan sains empiris (IPA dan IPS) telah diperoleh melalui penerapan terus menerus proposisi-proposisi matematika. Akan tetapi perlu diingat, bahwa fungsi matematika di sini bukan memprediksi, melainkan sebagai analisis atau ekspliaktif. Matematika membuka asumsi-asumsi secara eksplisit atau membuka asersi-asersi yang termuat dalam premis-premis argumen. Matematika membuka data, yakni, mana yang diketahui dan mana yang dipersoalkan. Jadi, penalaran matematis dan logis adalah teknik konseptual membuka perangkat premis-premis yang implisit menjadi premis-premis yang eksplisit.
Landasan dan Paradoks dalam Matematika
Krisis landasan dalam matematika selalu diawali dengan munculnya paradoks atau antinomi dalam matematika.
Krisis I. Pada abad ke-5 SM, muncul paradoks bahwa ukuran sama jenis (dalam geometri) adalah proporsional. Konsekuensi dari paradoks ini menjadikan semua ‘teori proporsi’ model Pythagoras dicoret dan dinyatakan salah. Krisis ini tidak segera di atasi dan baru sekitar 500 tahun kemudian oleh Eudoxus dengan penemuannya bilangan rasional pada tahun 370 SM.
Krisis II. Pada abad ke-17, Newton dan Leibniz menemukan kalkulus. Hasil ini sangat diagungkan karena penerapannya yang gemilang, dengan konsepnya ‘infinitesial’. Malangnya, hasil-hasil penerapannya justru digunakan untuk menjelaskan landasannya. Krisis ini dapat diatasi pada abad ke-19 oleh Cauchy dengan memperbaiki konsep kalkulus melalui konsep ‘limit’. Dengan aritmetisasi oleh Wierstrass, krisis landasan II telah diatasi.
Abad ke-19 Cantor menemukan teori himpunan. Teori ini disambut antusias oleh para matematikawan dan teori himpunan telah menjadi landasan cabang-cabang matematika. Burali Forti, Bertrand Russel mengajukan paradoks-paradoks dalam teori himpunan. Misalnya H = {x | x H}, yakni, H adalah himpunan semua x sedemikian sehingga x H. Sampai sekarang krisis belum dapat diatasi. Melalui filsafat (yang selalu mencari sesuatu yang hakiki) dilakukan program-program mengatasi krisis. Ada tiga kelompok besar yang ingin mengatasi krisis ini, yang memunculkan tiga aliran: logistis, formalis, dan intuisionis.
Macam-macam Aliran dalam Membangun Landasan
Krisis landasan matematika, terutama yang berlandaskan teori himpunan dan logika formal, memaksa para matematikawan mencari landasan filsafat yang ingin mengonstruksi seluruh massa matematika yang besar, sehingga dapat diperoleh landasan yang kokoh. Mereka terpecah ke dalam tiga aliran besar filsafat matematika: logistis, intuisionis, dan formalis.
Kaum logistis dengan pimpinan Bertrand Russell dan Whitehead, menganggap bahwa sebagai konsekuensi dari programnya, matematika adalah cabang dari logika. Oleh karena itu, seluruh matematika sejak zaman kuno perlu dikonstruksi kembali ke dalam term-term logika. Hasil program ini adalah karya monumental “Principia Mathematica”. Dalam buku ini hukum ‘excluded middle’ dan hukum ‘kontradiksi’ adalah ekuivalen. Kesulitan timbul salam usaha mereka merakit beberapa metode kuno untuk menghilangkan aksioma reduksi yang tidak disukai.
Kaum intuisionis dengan pimpinan Brouwer, menganggap, sebagai konsekuensi dari programnya, bahwa logika adalah cabang dari matematika. Matematika haruslah dapat dikonstruksi seperti bilangan alam dalam sejumlah langkah finit. Mereka menolak hukum ‘excluded middle’ jika akan diberlakukan untuk langkah infinit. Heyting membangun perangkat logika-intuisionis dengan lambang-lambang yang diciptakannya. Kesulitan yang timbul adalah berapa banyak keberadaan matematika dapat dibangun tanpa tambahan (perangkat logika) yang diperlukan.
Kaum formalis dengan pimpinan Hilbert menganggap bahwa matematika, sebagai konsekuensi dari programnya, adalah sistem lambang formal tanpa makna. Untuk mengonstruksi seluruh matematika yang telah ada, diperlukan ‘teori bukti’ untuk menjamin konsistensinya. Dengan lambang-lambang formal kaum formalis menghasilkan karya monumentalnya “Grunlagen der Mathematik:”, jilid I dan II. Malangnya, K. Godel, matematikawan Italia menunjukkan bahwa konsistensi suatu perangkat aksioma karya Hilbert ‘tak dapat ditentukan’, bahkan sebelum buku Hilebrt II diterbitkan.
John von Neumann (1903 – 1957)
John von Neumann termasuk salah satu matematikawan abad 20. Seperti kebanyakan matematikawan yang lain ia pun berkontribusi penting baik dalam matematika maupun dalam sains. Von Neumann khususnya tertarik pada permainan strategi dan peluang. Jadi tidak mengejutkan apabila ia adalah salah seorang yang membuka bidang matematika baru yang disebut game theory (teori permainan). Dengan menggunakan peluang yang terlibat dalam peluang strategi dan ia membuat strategi yang menghasilkan “pemenang” dalam permainan pembuatan keputusan, teori permainan von Neumann dapat menyelesaikan masalah-masalah dalam ekonomi, sains, dan strategi militer.
Von Neumann dilahirkan di Budapest, Hongaria. Ketika berusia 6 tahun, ia mampu melakukan operasi pembagian seperti 78.463.215: 49.673.235 di luar kepala. Pada usia 8 tahun ia telah memperoleh master dalam kalkulus dan mempunyai trik tertentu mengingat dalam sekali pandang terhadap nama, alamat, dan nomor telepon dalam satu kolom buku telepon. Ketika berusia 23 tahun ia menulis sebuah buku berjudul Mathematical Foundations of Quantum Mechanics, yang digunakan dalam pengembangan energi atom.
Pada tahun 1930, von Neumann hijrah ke Amerika Serikat untuk memangku jabatan guru besar dalam fisika-matematika pada Universitas Princeton. Ia menjadi berminat dalam penggunaan komputer berskala besar dan ia salah satu pembangun otak elektronik modern, yang disebut MANIAC (Mathematical Analyzer, Numerical Integrator and Computer). Sebagai penasihat selama Perang Dunia II, ia memberi kontribusi dalam mendisain senjata dan peluru nuklir.
Von Neumann mempunyai banyak minat intelektual, namun kebanggaan terbesarnya adalah menyelesaikan masalah. Suatu ketika ia menjadi begitu berminat adalah sebuah masalah ketika dalam perjalanan ia ingin menelepon istrinya untuk mencari tahu mengapa ia melakukan perjalanan. Karena kemampuan von Neumann menyelesaikan masalah, cakrawala matematis kita telah makin luas.
Geometri Aksiomatis dan Empiris
Geometri Aksiomatis
Kebenaran hipotesis atau teorema dalam sains empiris hanya untuk ‘sementara waktu’, atau ‘sampai ditemukan ketidakcocokannya dengan data empiris baru’. Sebaliknya kebenaran dalam matematika, sekali dibangun ‘untuk selama-lamanya’. Kebenaran matematika dapat dipahami melalui analisis metode bagaimana matematika itu dibangun. Metode demikian adalah demonstrasi-matematis yang terdiri dari deduksi logis dari aksioma atau suatu teorema yang dideduksi dari teorema-teorema yang telah terlebih dahulu dibuktikan kebenarannya. Agar langkah mundur ini tidak berkesudahan, maka harus ada proposisi yang diterima tanpa bukti, yang disebut perangkat aksioma atau postulat.
Dalam geometri khususnya ternyata perangkat aksioma Euclid tidak cukup, artinya ada teorema-teorema yang tidak dapat dibuktikan secara langsung melalui deduksi logis postulat-postulatnya. Dalam buku Euclid, suatu teorema kadang-kadang dibuktikan dengan menggunakan intuisi hubungan geometri, misalnya gambar dan pengalaman dengan benda tegar. Ketidak-cukupan ini oleh Hilbert ditambah dengan postulat ‘terletak’ dan ‘antara’. Postulat kesejajaran Euclid terbukti tidak dapat dideduksi dari postulat-postulat lainnya. Hal ini menggelitik para pakar untuk ‘mengganti’ postulat ini dengan postulat yang lain. Hasilnya, Lobachevsky dan Bolyai menemukan geometri hiperbolik sedangkan Riemann menemukan geometri eliptik, kedua-duanya dikategorikan sebagai geometri non-euclid.
Kepastian matematis dikatakan relatif terhadap perangkat aksioma yang mendasarinya tempat diturunkannya suatu teorema, dan dikatakan perlu karena teorema-teorema sebenarnya hanyalah secara implisit telah terkandung dalam perangkat postulat itu. Oleh karena perangkat postulat tidak mengacu kepada data empiris, maka sebagai konsekuensinya, teorema-teorema pun tidak mengacu kepada data empiris. Dan Anda juga tahu bahwa kebenaran suatu aksioma adalah apriori, sebuah kebenaran yang diperoleh dari kata-kata yang dikandungnya.
Geometri murni adalah geometri yang dikembangkan melalui metode formal murni (aksiomatis). Geometri ini sama sekali tidak berkaitan dengan material fisik khusus. Postulat-postulat ditetapkan dan teorema-teorema diperoleh melalui deduksi logis menggunakan logika formal, dan analisis konsep, kosong dari arti. Kebenarannya adalah persis (pasti dan perlu). Adanya nama-nama seperti titik, garis, dan sebagainya. yang sama dengan nama-nama fisik hanyalah kebetulan saja.
Geometri dalam sejarah perkembangannya memang merupakan generalisasi dari pengalaman empiris dalam berbagai praktik keteknikan sederhana. Oleh karena itu, juga sering disebut sebagai teori struktur ruang fisik, atau geometri fisik. Geometri fisik dapat diperoleh melalui interpretasi semantik, yakni, pemberian makna khusus, designatum, kepada primitif-primitif yang harus memenuhi semua perangkat aksioma dalam geometri murni. Akibatnya semua geometri murni menjadi teorema yang bermakna – pernyataan fisik dan sepenuhnya terhadap teorema-teorema di dalamnya dapat dimunculkan sifat benar-salah. Jadi interpretasi semantik kepada primitif ke dalam makna khusus ini akan mengubah geometri murni menjadi geometri fisik. Term ‘segitiga’ adalah term dalam geometri murni, sedangkan term ‘daerah segitiga’ adalah term dalam geometri fisik. Term-term ‘persegi kertas’, ‘persegi kerangka’ adalah term-term dalam geometri fisik. Demikian pula luas daerah lingkaran adalah kali kuadrat jari-jari adalah teorema dalam geometri fisik.
Jika geometri fisik digunakan menyelesaikan masalah yang terkait dengan pengalaman sehari-hari dan kemudian ada ketidakcocokan, maka ketidakcocokan ini harus dicari dari situasi fisiknya. Masalah ini dinamakan konvensi Poincare. Penalarannya adalah sebagai berikut. Jika geometrik fisik G akan diuji kebenarannya, maka pengujian itu tentu melibatkan benda (sains) tertentu P (misalnya pengukuran atau observasi sistematik). Hasil ujinya adalah konfirmasi G-P, dan bukan hanya G sendiri. Jika hasil amatan ternyata tidak cocok, maka yang perlu divalidasi adalah P dan bukan G.
Apakah ruang fisik berstruktur euclid atau non-euclid, hanyalah masalah konvensi saja. Poincare selalu mengambil geometri euclid sebagai struktur ruang fisik, tetapi ketika Einstein mengambangkan teori relativitas umumnya, ia mengambil geometri-eliptik (non-euclid) sebagai struktur ruang fisik.
Matematika sebagai Metode dan Seni
Walaupun tidak sempurna, matematika aksiomatis dibuka oleh geometri Euclid pada abad ketiga. Peano membuat aksioma yang mula-mulanya untuk bilangan alam. Aksioma ini berbuah lebat. Hilbert menyempurnakan aksioma Euclid. Perangkat aksioma harus memenuhi syarat tertentu antara lain: (a) terdiri dari kata-kata yang kosong dari arti (primitif), (ii) banyaknya primitif harus minimal, (iii) perangkat primitif harus konsisten, dan independen. Teorema-teorema dideduksi secara logis dengan menggunakan logika formal. Dengan metode langkah-langkah seperti itu maka muncul matematika baru yang disebut sistem matematika. Karena itu geometri dapat dipandang sebagai sebuah metode (metode membangun karya matematis).
Dalam geometri murni, term-term primitif kosong dari arti. Teorema-teorema dideduksi secara logis menggunakan logika formal. Teorema-teorema pun kosong dari arti. Kebenaran teorema-teorema ini adalah kondisional.
Dalam geometri fisik atau orang awam menyebutnya geometri empiris, perangkat aksioma diambil dari geometri murni dengan cara memberi makna fisik untuk term-term primitif. Teorema-teorema kemudian juga mengandung makna fisik. Sekarang perangkat aksioma dan teorema-teorema dalam geometri fisik bernilai benar.
Untuk pengembangan teorema-teorema matematikawan memiliki daya imajinasi, abstraksi, inspirasi, dan kreativitas, yang pada umumnya juga berdasarkan pengalaman.
Sekarang kita kembali ke pertanyaan awal kita. Apakah matematika itu? Kita mampu mengatakan bahwa dalam nurani manusia, suatu kehidupan, selalu berubah, entitas eksklusif, terdapat unsur-unsur yang menghasilkan seni dan pengetahuan. Jika kita pelajari apa yang mereka hasilkan, kita dapati bahwa yang dihasilkan itu disebut keindahan, dan memuat unsur-unsur yang dapat kita pandang baik dari sisi dinamika kehidupan sebagai unsur-unsur dalam suatu struktur jika dipandang oleh seniman, atau kita dapat melihat hasilnya dari sisi statis, sebagai pengetahuan, dan menamakannya: ritme (irama) order (urutan), disain (rancang bangun), dan harmoni (laras). Matematika adalah, pada sisi statis, suatu kreasi ritme, order, disain, dan harmoni baru, dan pada sisi pengetahuan, adalah studi sistematik dari berbagai ritme, orde, disain, dan harmoni. Kita dapat meringkasnya ke dalam pernyataan bahwa matematika adalah, pada studi kualitatif dari struktur keindahan, dan pada sisi lain adalah kreator dari bentuk-bentuk artistik baru dari keindahan, Matematikawan adalah sekaligus kreator dan pengkritik, tentu saja, tidak selalu pada orang yang sama. Yang sangat terkenal sebagai kreator besar adalah Sylvester, Kleine, dan Poincare, dan mereka ini tidak terlalu tertarik dari sisi kritik. Sedangkan dari sisi kritik terkenal nama-nama kritikus unggul Cayley, Hilbert, dan Picard. Sylvester tidak pernah tahu bahan apa yang akan diberikan dalam perkuliahannya. Kleine dalam situasi putus asa terhadap Hilbert dengan kekhilafannya mengenai kreasi intuitif, dengan menggunakan sebarang medium untuk ekspresi yang akan memenuhi angan-angannya. Poincare selalu menyerang tentang pekerjaannya mengenai intuisi mata. Namun dalam semua matematikawan besar mulai dari Pythagoras sampai Poincare kita dapati karakter seniman yang dikombinasikan dalam berbagai derajat dengan karakter kesarjanaan.
Kita dapat juga menjawab pertanyaan yang kedua: Mengapa matematika itu hanya menarik sedikit orang? Mary Austin dalam bukunya “Everyman’s Genius” mengajak semua para artis yang kreatif untuk belajar matematika tinggi, hal yang sama dianjurkan oleh Havelock Ellis. Bukan semata-mata tentang keterlibatan sifat kesarjanaan, bukan keingintahuan besar yang dipromosikan, tetapi untuk imajinasi tingkat tinggi yang diperlukan, untuk membangun pendalaman artistik yang tajam. Jika, misalnya, meskipun orang hanya belajar dalam bidang-bidang bilangan aljabar yang superkuadratik, yang mempunyai grup berorder 2N, akan mempelajari sesuatu yang baru tentang keindahan. Jika ia hanya belajar bidang-bidang bangun aljabar simetrik ia akan dipercantik oleh keindahan yang elegan. Aljabar determinan adalah kebun yang elok, terbuka pada setiap sisinya, seperti dapat dilihat dalam risalat Metzler. Jika orang mendapat teorema baru dalam geometri segitiga, ia akan terkejut dengan keindahannya. Hanya mengetahui transversal dari suatu segitiga, misalnya, dengan mengetahui titik-titik Brocard dan lingkaran Brocard, lingkaran Lemoine, lingkaran titik-sembilan dari Feuerbach, lingkaran-lingkaran Tucker, garis-garis isotomik, garis-garis isogonal dan lain-lain bangun, akan membawa keindahan baru pada imajinasi. Dalam teori bilangan teorema terakhir Fermat menunggu buktinya, dan akan mendapat mahkota kemuliaan bagi seseorang yang memberikan bukti. Aljabar-aljabar divisi Dickson menghiasi setiap realm (dunia akal) yang menarik dan dapat menguntungkan bagi teorema-teorema baru. Daftar demikian dapat diperpanjang tanpa akhir.
Banyak matematikawan telah menjadi seniman dengan cara lain-lain. Ada yang menulis puisi, lainnya mengomposisi musik. Inkuiri yang dipimpin oleh kegiatan matematikawan beberapa tahun lampau didapati bahwa kebanyakan dari mereka dengan serius tertarik dalam suatu phase seni. Dan kebanyakan dari mereka dilaporkan bahwa penemuan-penemuan atau kreasi-kreasi mereka datang tepat seperti yang dialami para seniman mendapat inspirasi dengan cara lain. Matematikawan adalah pemimpi, dan dalam impiannya yang ilusif datang dan pergi; timbul dan tenggelam, dan lenyap; menggelinding kembali pada momen yang tidak diharapkan, tetapi terlepas dari genggaman yang akan menahannya; muncul lagi dalam tarian yang janggal, dan bermain dalam warna fantasi; lenyap; dan suatu hari melangkah pergi menggandeng tangan yang telah menantinya, dengan bilangan ideal Kummer sebagai hadiah. Matematikawan bermimpi dan dalam kekisruhannya yang kalut, bunga yang jujur dalam bentuk fantasi mekar dan hilang; angin sepoi-sepoi menggerayanginya dengan kilasan burung-burung masa kini dan seterusnya; dan matematika baru telah lahir, aljabar asosiatif linear oleh Benjamin Peirce. Inilah tanah yang kaya, dan kota, seperti “Metropolis of Tomorrow”nya Hugh Ferris, yang dalam kata-kata Tennyson, “membangun musik, maka yang sesungguhnya sama sekali tidak pernah membangun, dan karena itu selalu membangun”. Inilah dunia yang mengetahui tidak ada hukum kedua dari termodinamika, dunia yang menjamin bagi orang-orang yang memang dasarnya kreatif, keabadian waktunya, dan juga ketidakkekalannya
Sumber buku Hakikat dan Sejarah Matematika Karya Sukardjono

Prinsip Pengorganisasian Pembelajaran IPS yang Berorientasi pada Disiplin Ilmu

0 komentar
Pendekatan Monodisiplin atau sering disebut juga sebagai pendekatan struktural, yaitu suatu bentuk atau model pendekatan yang hanya memperhatikan satu disiplin ilmu saja, tanpa menghubungkan dengan struktur ilmu yang lain. Jadi, pengembangan materi berdasarkan ciri dan karakteristik dari bidang studi yang bersangkutan.
Dalam pendekatan pengorganisasian materi ini sejarah diajarkan terpisah dari geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik, dan hukum. Begitu juga manakala guru mengajarkan ekonomi akan terlepas dari bidang studi lainnya. Hal ini dikarenakan materi pelajaran yang diajarkan siswa sepenuhnya dikembangkan dari disiplin ilmu yang bersangkutan secara mandiri. Bentuk pendekatan pengorganisasian ini merupakan bentuk tertua dari bentuk-bentuk pengorganisasian materi yang ada dan berkembang dewasa ini.
Menurut Udin Saripudin W. (1989: 87) model pendekatan ini memusatkan perhatian pada konsep dan metode kerja suatu disiplin ilmu sosial tertentu, misalnya antropologi atau sosiologi. Hal yang menjadi titik pangkal pendekatan ini adalah konsep atau generalisasi atau teori yang menjadi kekayaan bidang studi yang bersangkutan. Contohnya, yaitu sebagai berikut.
Pendekatan interdisipliner memusatkan perhatian pada masalah-masalah sosial yang dapat didekati dari berbagai disiplin keilmuan sosial. Hal yang menjadi titik tolak pembelajaran biasanya konsep atau generalisasi yang berdimensi jamak atau masalah sosial yang menyangkut atau menuntut pemecahan masalah dari berbagai bidang keilmuan sosial.
Pendekatan Interdisipliner disebut juga pendekatan terpadu atau integrated approach atau istilah yang digunakan Wesley dan Wronski adalah ‘correlation’ untuk pendekatan antarilmu, sedangkan integration untuk pendekatan terpadu. Dalam pendekatan antarilmu dikenal adanya ini (core) untuk pengembangan yang berdasarkan pada pendekatan terpadu (integration approach) yang merupakan tipe ideal konsep-konsep dari berbagai ilmu-ilmu sosial atau bidang studi telah terpadu sebagai satu kesatuan sehingga bahannya diintegrasikan menurut kepentingan dan tidak lagi menurut urutan konsep masing-masing ilmu atau bidang studi.
IPS yang tadinya hanya terbatas pada penyederhanaan ilmu-ilmu sosial semata, meningkat kepada nilai, sikap, dan perilaku dan pada perkembangan berikutnya telah melibatkan bagian-bagian di luar disiplin ilmu-ilmu sosial. Masuknya humaniora, sains, matematika, dan agama menunjukkan bahwa IPS tidak lagi bergerak dalam kelompok disiplin ilmu-ilmu sosial saja yang dikenal dengan pendekatan multidisiplin (multy disciplinary approach), tetapi sudah memasuki bidang disiplin lain atau yang dikenal dengan ‘cross disciplines’.
Hal itu menunjukkan bahwa perkembangan IPTEK telah mempengaruhi perkembangan masyarakat dan tidak terkecuali masyarakat Indonesia pada saat sekarang ini. Banyak penulis terkemuka yang mengkaji dan menjelaskan hubungan itu di antaranya Daniel Bell, dan Naisbitt. Daniel Bell bahkan telah berbicara tentang ‘post industrial society’ serta dampak dari kapitalisme, sedangkan Naisbit bertutur tentang sepuluh kecenderungan-kecenderungan yang mempengaruhi perubahan masyarakat.
Model pendekatan pengembangan pengorganisasian cross disiplin ini diistilahkan dengan Jaringan kegiatan lintas kurikulum. Kegiatan Jaringan lintas kurikulum ini bermanfaat untuk mengaitkan dua atau lebih mata pelajaran dalam satu sajian belajar-mengajar yang utuh. Dengan adanya pendekatan ini maka tumpang tindih antarpokok bahasan baik yang terjadi antarilmu-ilmu yang ada dalam interdisiplin ilmu atau antardisiplin ilmu dapat dihindari sehingga dapat menghemat waktu dan menghindari kebingungan serta kejenuhan siswa. Model ini lebih tepat diterapkan di SD karena guru mengajarkan semua pelajaran/guru kelas. Pendekatan ini pun dapat diterapkan pada tingkat lanjutan dengan cara melakukan koordinasi antarguru bidang studi.
Prinsip Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPS
Penganut konstruktivisme kognitif berpandangan bahwa makna suatu realitas tidak terletak pada realitas itu sendiri, tetapi pada struktur mental atau skemata-skemata interpretasi yang terdapat di dalam pikiran (kognisi) manusia.
Konstruktivis sosial lebih memandang faktor interaksi dengan lingkungan sosial dan variasi sosial-budaya sebagai faktor yang banyak berpengaruh pada konstruksi pengetahuan individu.
Dalam perspektif konstruktivisme kognitif, pembelajaran Pendidikan IPS sebagai suatu ilmu pengetahuan atau pengetahuan sosial, seyogianya dikondisikan agar mampu memfasilitasi siswa melakukan interaksi diri dengan berbagai lingkungan sosial yang lebih luas.
Pembelajaran IPS harus menekankan pada pengembangan berpikir. Terjadinya ledakan pengetahuan menuntut perubahan pola mengajar dari yang hanya sekadar mengingat fakta yang biasa dilakukan melalui metode kuliah (lecture) dan latihan (drill) dalam pola pembelajaran tradisional menjadi pengembangan kemampuan berpikir kritis (critical thinking).
Dalam pembelajaran IPS banyak sekali model yang dapat mengembangkan proses berpikir siswa, di antaranya sebagai berikut.
Model Reflective Inquiry
Inti dari pengorganisasian yang berpusat pada berpikir reflektif ialah pengembangan kemampuan mengambil keputusan atau decision making skill.
Model Berpikir Induktif (Inductive Thinking)
Telah diakui bahwa kemampuan untuk membentuk konsep merupakan salah satu keterampilan dasar berpikir. Model berpikir induktif dirancang dan dikembangkan oleh Hilda Taba (1966) dengan tujuan untuk mendorong para pelajar menemukan dan mengorganisasikan informasi, menciptakan nama suatu konsep, dan menjajagi berbagai cara yang dapat menjadikan para pelajar lebih terampil dalam menyikap dan mengorganisasikan informasi, dan dalam melakukan pengetesan hipotesis yang melukiskan hubungan antarberbagai data.
Model Latihan Penelitian (Inquiry Training)
Model ini dirancang untuk melibatkan para pelajar dalam proses penalaran mengenai hubungan sebab akibat dan menjadikan mereka lebih fasih, cermat dalam mengajukan pertanyaan, membangun konsep, merumuskan, dan mengetes hipotesis.
Model Penelitian Sosial (Social Science Inquiry)
Model ini dikembangkan atas dasar kerangka konseptual yang sama dengan model penelitian ilmiah yang diterapkan dalam bidang ilmu-ilmu alamiah dan model penelitian sosial dalam bidang ilmu-ilmu sosial.
Hakikat belajar inkuiri didasarkan untuk menemukan makna dari “kebenaran”, sedangkan alat belajarnya dengan menggunakan data informasi yang diperoleh lewat proses inkuiri itu sendiri dengan memperhatikan reliabilitas dan validitas. Oleh karena itu, inkuiri suatu pendekatan dalam belajar yang dapat dijadikan kriteria dasar dalam memilih dan menentukan metode untuk membuat model belajar-mengajar untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik melalui berpikir ilmiah, seperti perumusan masalah dan hipotesis atau pertanyaan penelitian, pengumpulan data, pengujian hipotesis, dan penarikan kesimpulan.
Pedoman untuk menciptakan iklim inquiri agar berhasil dengan baik (1) kelas diarahkan pada pokok permasalahan yang telah jelas rumusannya, tepatkan cara inkuirinya serta arahnya, (2) agar dipahami bahwa tujuan inkuiri adalah pengembangan kemampuan membuat perkiraan-perkiraan serta proses berpikir, (3) peranan pertanyaan dan kemampuan menemukan pertanyaan (teknik bertanya) dari guru akan sangat menentukan keberhasilan inkuiri, (4) hendaknya diberikan keleluasaan kepada siswa untuk mengembangkan berbagai kemungkinan (alternatif dalam bertanya atau menjawab, (5) bahwa jawaban dapat diutarakan dalam berbagai cara sepanjang hal ini mengenai permasalahan yang sedang diinkuiri, 6) bahwa pada umumnya inkuiri menggali nilai-nilai atau sikap maka karenanya hormatilah/hargailah sistem kepercayaan/nilai dan sikap siswa-siswa Anda, (7) guru hendaknya menjaga diri untuk tidak menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan, (8) usahakan selalu jawaban bersifat merata dan komparatif (saat diperbandingkan dengan lainnya).
James A. Banks mengemukakan pengertian tentang fakta, konsep, generalisasi, dan teori, yaitu fakta adalah satuan peristiwa atau hal tertentu yang merupakan data mentah atau pengamatan ilmuwan sosial. Fakta biasanya dinyatakan dalam bentuk pernyataan yang bersahaja dan positif. Fakta adalah data aktual. Konsep adalah istilah atau ungkapan abstrak yang berguna untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekelompok hal, ide atau peristiwa. Istilah yang memberi label atau nama pada kelompok objek yang sama, atau memiliki kesamaan tertentu disebut konsep. Generalisasi adalah pernyataan tentang hubungan-hubungan dari dua konsep atau lebih. Generalisasi merupakan alat yang berguna bagi kita untuk menyatakan hubungan di antara fakta-fakta atau informasi yang kita peroleh menurut cara yang sangat tersusun rapi dan sistematis. Teori adalah suatu bentuk pengetahuan tertinggi dan merupakan tujuan utama dari ilmu pengetahuan. Teori membantu kita dalam menjelaskan dan meramalkan perilaku manusia Teori terdiri dari serangkaian dalil atau generalisasi-generalisasi yang saling terkait dan dapat diuji.
Konsep-konsep dapat dibedakan dalam 7 dimensi, meliputi atribut, struktur, keabstrakan, keinklusifan, keumuman, ketepatan, dan kekuatan.
Menurut David Ausubel, ada tiga maksud utama dari penggunaan model advance organizers, yaitu agar di dalam belajar siswa mempunyai kerangka kerja yang jelas, organizers yang dipilih secara hati-hati dapat menghubungkan informasi yang telah tersimpan dalam memori siswa dengan pelajaran baru, dengan menghubungkan antara informasi yang telah tersimpan dalam memori dan apa yang dipelajari dapat membantu siswa dalam melakukan proses encoding.

Target Pembaca dalam Tulisan Karya Ilmiah

0 komentar
Input dalam proses membaca ialah bahan tertulis yang dibaca, sedangkan output-nya adalah pemahaman terhadap bahan tertulis tersebut. Input lainnya dalam kegiatan membaca ialah kondisi yang mempengaruhi pembaca. Kondisi tersebut di antaranya ialah kondisi internal pembaca yang meliputi pengetahuan dan pengalaman sebelumnya.
Pengetahuan pembaca terhadap kata berhubungan dengan aspek semantik, sintaktik, dan pragmatik dari kata tersebut. Aspek semantik berkaitan dengan makna luas dari sebuah kata itu. Aspek sintaktik terkait dengan pengkategorian kata. Pengetahuan pembaca mengenai aspek pragmatik memungkinkan pembaca memahami arti kata dalam tulisan berdasarkan arti secara keseluruhan dari tulisan tersebut.
Pemaknaan kata dijelaskan dalam dua teori berikut. Pertama, makna kata merujuk pada objek yang dinyatakan oleh kata tersebut. Misalnya, makna kata “kursi” terkait dengan objek yang digunakan untuk duduk. Namun, tidak semua kata memiliki objek sebagai rujukannya. Teori lain menyatakan bahwa kata tidak merujuk kepada objek tetapi pada konsep. Oleh karena itu, kata tertentu tetap digunakan meskipun objeknya telah berganti.
Proses membaca dipengaruhi oleh empat kondisi pembaca, yaitu (1) kemampuan pembaca dalam memproses kata dan kalimat, (2) kemampuan pembaca memahami apa yang tersirat, (3) kemampuan pembaca menangani kata-kata baru, dan (4) kemampuan pembaca untuk memilih informasi dalam tulisan berdasarkan kebutuhannya.
Pemahaman terhadap target pembaca dan karakteristiknya merupakan kunci untuk membuat tulisan ilmiah yang berhasil. Penulis perlu mencari tahu hal-hal yang terkait dengan target pembaca melalui pertanyaan (1) siapa yang akan membaca tulisan ini, (2) apa yang mereka ketahui mengenai subjek yang ditulis ini, (3) mengapa mereka akan membaca tulisan ini, dan (4) bagaimana mereka akan membaca tulisan ini?
Target pembaca digolongkan dalam (1) masyarakat akademis, (2) masyarakat ilmiah, (3) penyandang dana, dan (4) masyarakat umum.
Karakteristik dari target pembaca masyarakat akademis ialah bersifat menguji terhadap tulisan ilmiah yang dibacanya. Pembaca memfokuskan pada keakuratan informasi serta cara memperoleh informasi tersebut.
Karakteristik target pembaca ini ialah mereka membaca untuk menambah pengetahuan keilmuan dalam bidangnya. Laporan ilmiah untuk target pembaca masyarakat ilmiah mementingkan unsur kebaruan dan keaslian. Informasi ilmiah yang baru dan orisinal sangat dihargai oleh target pembaca masyarakat akademis.
Laporan ilmiah untuk target pembaca penyandang dana menekankan pada kekonsistenan terhadap TOR. Informasi dalam laporan ilmiah perlu konsisten dengan yang disyaratkan pada TOR. Meskipun laporan ilmiah merupakan “pesanan” penyandang dana, namun objektivitas perlu dijaga sesuai dengan etika ilmiah. Pengertian pesanan dalam hal ini, hanyalah menyangkut tujuan kegiatan ilmiah, bukan pada hasilnya.
Penulisan yang ditujukan pada target pembaca masyarakat umum memerlukan cara mengomunikasikan hasil penelitian yang hati-hati, cermat, dan teliti. Pengungkapan harus lebih mudah dipahami oleh masyarakat awam dengan cara pengungkapan bahasa sehari-hari yang populer. Istilah teknis sedapat mungkin dihindari agar memudahkan pembaca memahaminya. Topik yang diangkat dalam tulisan difokuskan pada informasi yang sudah pasti saja yang sudah disepakati oleh kebanyakan pakar. Laporan ilmiah dengan target pembaca masyarakat umum perlu menekankan pada informasi yang praktis dan terkait dengan kehidupan sehari-hari mereka.

Hak Asasi Manusia dan Demokrasi

0 komentar
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah wewenang manusia yang bersifat dasar sebagai manusia untuk mengerjakan, meninggalkan, memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu baik yang bersifat materi maupun immateri. Secara historis, pandangan terhadap kemanusiaan di Barat bermula dari para pemikir Yunani Kuno yang menggagas humanisme. Pandangan humanisme, kemudian dipertegas kembali pada zaman Renaissance. Dari situ kemudian muncul pelbagai kesepakatan nasional maupun internasional mengenai penghormatan hak-hak asasi manusia. Puncaknya adalah ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Declaration of Human Right, disusul oleh ketentuan-ketentuan lain untuk melengkapi naskah tersebut. Secara garis besar, hak asasi manusia berisi hak-hak dasar manusia yang harus dilindungi yang meliputi hak hidup, hak kebebasan, hak persamaan, hak mendapatkan keadilan, dll.
Jauh sebelum Barat mengonseptualisasikan hak asasi manusia, terutama, sejak masa Renaissance, Islam yang dibawa oleh Rasulullah telah mendasarkan hak asasi manusia dalam kitab sucinya. Beberapa ayat suci al-Qur’an banyak mengonfirmasi mengenai hak-hak tersebut: hak kebebasan, hak mendapat keadilan, hak kebebasan, hak mendapatkan keamanan, dll. Puncak komitmen terhadap hak asasi manusia dinyatakan dalam peristiwa haji Wada di mana Rasulullah berpesan mengenai hak hidup, hak perlindungan harta, dan hak kehormatan.
Sama halnya dengan hak asasi manusia, demokrasi yang berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, secara historis telah ada sejak zaman Yunani Kuno sebagai respons terhadap pemerintahan otoriter yang tidak menutup partisipasi rakyat dalam setiap keputusan-keputusan publik. Melalui sejarah yang panjang, sekarang demokrasi dipandang sebagai sistem pemerintahan terbaik yang harus dianut oleh semua negara untuk kebaikan rakyat yang direalisasikan melalui hak asasi manusia. Hak asasi manusia hanya bisa diwujudkan dalam suatu sistem yang demokrasi di mana semua warga memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara.
Sama halnya dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan, persamaan, dll. terdapat juga dalam Islam. Beberapa ayat al-Qur’an mengonfirmasi prinsip-prinsip tersebut. Selain itu juga, praktik Rasulullah dalam memimpin Madinah menunjukkan sikapnya yang demokratis. Faktanya adalah kesepakatan Piagam Madinah yang lahir dari ruang kebebasan dan persamaan serta penghormatan hak-hak asasi manusia.

KAJIAN PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD

0 komentar
KAJIAN PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SD
Oleh Isah Cahyani
Salah satu tujuan utama pengajaran bahasa adalah mempersiapkan siswa untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah. Agar interaksi dapat bermakna bagi siswa, perlu didesain secara mendalam program pembelajaran bahasa Indonesia. Desain yang bertumpu pada kontekstual, konstruktif, komunikatif, intergratif, dan kuantum yang didasari oleh kompetensi dasar siswa.
Kemampuan berbahasa Indonesia berarti siswa terampil menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia. Menghayati bahasa dan sastra Indonesia berarti siswa memiliki pengetahuan bahasa dan sastra Indonesia, dan memiliki sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.
1. Pengertian Metodologi Pembelajaran Bahasa
Strategi pembelajaran merupakan aspek penting dalam kemajuan pendidikan di sekolah. Apalagi saat ini, Indonesia mulai berbenah diri dalam pelaksanaan pendidikan bagi warganya mulai diversifikasi kurikulum yang dapat melayani kemampuan sumber daya manusia, kemampuan siswa, sarana pembelajaran, dan budaya di daerah. Guru diharapkan menjadi seorang yang kaya akan teknik pembelajaran dan mampu menerapkan kapan, di mana, bagaimana, dan dengan siapa diterapkan metode tersebut. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa sebenarnya aspek yang juga paling penting dalam keberhasilan pembelajaran adalah penguasaan metode pembelajaran.
Strategi meliputi pendekatan, metode, dan teknik. Pendekatan adalah konsep dasar yang melingkupi metode dengan cakupan teoritis tertentu. Metode merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat dijabarkan ke dalam berbagai metode. Metode adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan. Dari metode, teknik pembelajaran diturunkan secara aplikatif. Satu metode dapat diaplikasikan melalui berbagai teknik pembelajaran. Teknik adalah cara konkret yang dipakai saat proses pembelajaran berlangsung. Guru dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Pendekatan komunikatif menekankan pada bahasa sebagai alat berkomunikasi. Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah agar siswa terampil menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi. Komunikasi tidak selalu bersifat formal atau resmi tetapi juga mungkin bersifat tidak formal. Karena itu bahan pengajaran tidak hanya ditekankan kepada ragam baku tetapi juga ragam lainnya. Bahan pengajaran bahasa harus sesuatu yang bermakna bagi siswa. Hal ini diwujudkan antara lain dalam pemilihan bahan pengajaran yang berkaitan dengan ragam-ragam komunikasi seperti tersebut di atas.
Guru bahasa Indonesia harus menyadari sungguh-sungguh bahwa keterampilan menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi akan tercapai bila siswa diberi kesempatan: memahami teori, mempraktikkan teori, serta berlatih menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Metode adalah cara-cara mengajar yang telah disusun berdasarkan prinsip dan sistem tertentu (Basennang, 1989:45). Hakikat metode pengajaran bahasa berdasarkan pendapat Basennang sesungguhnya tidak lain adalah persoalan pemilihan bahan yang akan diajarkan, penentuan cara-cara penyajiannya, dan cara mengevaluasinya. Orientasi pada tujuan pengajaran yang ingin dicapai.
Teknik merupakan satu rancangan menyeluruh untuk menyajikan secara teratur bahan-bahan pengajaran bahasa, tidak ada bagian-bagian yang saling bertentangan dan semuanya berdasarkan pada asumsi pendekatan (Parera,1993:93). Menurut Parera, sebuah metode ditentukan oleh:
1) Hakikat bahasa
2) Hakikat belajar mengajar bahasa
3) Tujuan pengajaran bahasa
4) Silabus yang digunakan
5) Peran guru, siswa, dan bahan pengajaran.
Metodologi adalah ilmu mengenai metode, dan istilah metode ini mencakup: silabus, pendekatan, strategi/teknik, materi, dan gaya guru. (H.G. Tarigan,1989:18). Jadi dalam setiap pengajaran diperlukan suatu metode untuk mencapai tujuan pengajaran tersebut.
Setiap metode pengajaran bahasa pada dasarnya menginginkan hasil yang sama yaitu agar para siswa dapat membaca, berbicara, memahami, menerjemahkan, dan mengenali penerapan-penerapan tata bahasa yang dipelajari.
Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai strategi yang di dalamnya terdapat pendekatan, metode, dan teknik secara spesifik.
3. Jenis-Jenis Metode Pengajaran Bahasa Indonesia
Proses belajar mengajar mencakup sejumlah komponen. Komponen proses belajar mengajar tersebut adalah siswa, guru, tujuan, bahan, metode, media, dan evaluasi. (C.E. Beeby, 1982 dalam Djago Tarigan, 1995:18) salah satu kelemahan dalam pengajaran, termasuk pengajaran bahasa, di SD adalah dalam komponen metode. Guru cenderung mengajar secara rutin, kurang bervariasi dalam menyampaikan bahan pengajaran.
Cara mengajar guru sangat berpengaruh kepada cara belajar siswa. Bila guru mengajar hanya dengan metode ceramah maka dapat diduga siswa belajar secara pasif dan hasilnya pun berupa pemahaman materi bersifat teoritis. Belajar melalui pengalaman semakin jauh dari kenyataan.
Untuk mengatasi hal itu maka setiap guru, juga guru bahasa Indonesia, di SD harus mengenal, memahami, menghayati, dan dapat mempraktikkan berbagai metode pengajaran bahasa. Minimal ada 14 metode yang pantas dikuasai oleh guru (Djago Tarigan, 1995:19). Metode yang dimaksud adalah:
1. metode penugasan
2. metode eksperimen
3. metode proyek
4. metode diskusi
5. metode widyawisata
6. metode bermain peran
7. metode demonstrasi
8. metode sosiodrama
9. metode pemecahan masalah
10. metode tanya jawab
11. metode latihan
12. metode ceramah
13. metode bercerita, dan
14. metode pameran
Mungkin sekali tidak semua metode tersebut di atas cocok digunakan sebagai metode pengajaran bahasa Indonesia di SD. Tetapi sebagian di antaranya dapat digunakan sebagai metode pengajaran bahasa Indonesia di SD.
Proses pembelajaran bahasa Indonesia harus bertumpu ke siswa sebagai subjek belajar. Materi pembelajaran bahasa Indonesia terintegrasi dengan penggunaan bahasa Indonesia dewasa ini. Pembelajaran diarahkan ke pemakaian sehari-hari baik lisan maupun tulis dalam konteks bahasa Indonesia. Pemakaian bahasa indonesia tersebut di antaranya melalui wacana tulis dan lisan. Wacana tulis berkembang melalui buku pengetahuan, surat kabar, iklan, persuratan, dan lainnya. Sedangkan wacana lisan berkembang melalui percakapan sehari-hari, radio, televisi, pidato, dan sebagainya. Dengan begitu, siswa pembelajar bahasa Indonesia dapat mengikuti zamannya.
Yang belajar dalam kelas adalah siswa bukan guru. Siswa hendaklah diarahkan ke pengembangan potensi diri sendiri. Bukankah siswa hidup di zaman ini? Artinya, segala masalah kebahasaan yang perlu dimainkan di sekolah haruslah juga sesuai dengan zamannya. Kata, kalimat, paragraf, bahkan tulisan harus bernuansa kekinian. Sumber kebahasaan yang digunakan oleh guru juga harus mengacu ke minat dan harapan siswa. Dengan begitu, siswa dapat tertarik dengan pembelajaran bahasa Indonesia.
4. Aplikasi Teknik Pengajaran Bahasa Indonesia di SD
Bahasa Indonesia diajarkan pada setiap jenjang sekolah mulai dari jenjang sekolah dasar, menengah, sampai ke perguruan tinggi. Walaupun pengajaran bahasa Indonesia sudah dilaksanakan secara ekstensif dalam lembaga pendidikan formal, hasilnya belum memuaskan. Kemampuan berbahasa Indonesia para siswa lulusan SD, SMP, ataupun SMA belum memadai. Bahkan para dosen pembimbing skripsi di perguruan tinggi pun sering mengeluh karena kemampuan berbahasa mahasiswanya kurang memuaskan.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas dan diperkuat lagi oleh pentingnya bahasa bagi manusia maka wajarlah apabila guru membenahi dan memantapkan kembali pengajaran bahasa Indonesia. Pemantapan pengajaran ini harus berlangsung serempak pada setiap jenjang pendidikan pengajaran bahasa harus menghasilkan siswa-siswa yang terampil menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Terampil berbahasa bermakna terampil menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia.
Pengajaran bahasa di SD memiliki nilai strategis. Pada jenjang inilah pertama kalinya pengajaran bahasa Indonesia dilaksanakan secara berencana dan terarah. Kesempatan ini dapat dimanfaatkan untuk menanamkan tiga hal. Pertama, guru dapat menanamkan pengetahuan dasar bahasa Indonesia. Kedua, guru dapat menumbuhkan rasa memiliki, mencintai, dan bangga akan bahasa Indonesia pada diri siswanya. Ketiga, guru dapat meningkatkan keterampilan berbahasa para siswa-siswanya. Siswa yang sudah dibekali dengan landasan yang kuat mengenai pengetahuan sikap positif terhadap pengajaran bahasa Indonesia, dan keterampilan berbahasa yang bersangkutan akan lebih mudah menyelesaikan studinya.
Langkah awal yang harus dilalui oleh guru sebelum merencanakan dan melaksanakan pengajaran bahasa Indonesia di SD adalah memahami benar-benar pedoman petunjuk atau karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Pedoman ini dapat kita baca pada kurikulum dengan perangkatnya, buku-buku pengajaran bahasa, dan buku-buku mengenai bahasa dan sastra Indonesia.
Sebagian besar dari siswa SD tidak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu, tetapi bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua. Melalui kegiatan belajar mengajar di SD mereka diperkenalkan dengan bahasa Indonesia. Melalui kegiatan belajar mengajar bahasa Indonesia ini pula dapat ditumbuhkan nasionalisme untuk mencintai Indonesia terhadap anak-anak daerah berlangsung secara formal.
Melalui pengajaran bahasa di SD diharapkan siswa mendapat bekal yang mantap untuk mengembangkan dirinya dalam pendidikan berikutnya dan hidup bermasyarakat. Dalam bidang pengetahuan siswa memiliki pemahaman dasar-dasar kebahasaan terutama bahasa baku. Dalam bidang afektif siswa harus diarahkan agar mempunyai sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
Ahli pengajaran bahasa yang terkenal, (Macky,1972 dalam Djago Tarigan, 1995: 21) menyatakan bahwa metode bersifat netral, tidak ada metode yang baik dan dan tidak ada metode yang jelek . Baik atau buruknya sesuatu metode ditentukan oleh guru yang menggunakan metode tersebut. Bila guru dapat menggunakan metode tersebut maka maka metode itu menjadi baik. Sebaliknya, bila guru menggunakan metode itu secara tidak tepat maka metode itu pun menjadi tidak baik.
Metode yang digunakan dengan tepat, atau metode yang baik dapat memberikan dampak, antara lain:
1) Memikat, menantang atau merangsang siswa untuk belajar.
2) Memberikan kesempatan yang luas serta mengaktifkan siswa secara mental dan fisik dalam belajar. Keaktifan itu dapat berwujud latihan, praktek atau mencoba melaksanakan sesuatu.
3) Tidak terlalu menyulitkan fungsi guru dalam penyusunan, pelaksanaan, dan penilaian program pengajaran.
4) Dapat mengarahkan kegiatan belajar ke arah tujuan pengajaran.
5) Tidak menuntut peralatan yang rumit, mahal, dan sukar mengoperasikannya.
6) Mengembangkan kreativitas siswa.
7) Menggali dan mengembangkan potensi siswa secara individu maupun secara kelompok.
8) Meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar.
9) Mengembangkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran.
Berdasarkan pendapat Macky tersebut di atas dapat pula kita katakan bahwa metode pengajaran bahasa Indonesia pun bersifat netral. Ia menjadi baik di tangan guru yang tepat menggunakannya. Ia akan menjadi jelek di tangan guru yang salah menggunakannya. Guru diharapkan dapat memilih dan menerapkan metode pengajaran yang tepat dalam setiap proses belajar mengajar di kelas. Metode yang dipilih dan diterapkan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, keadaan siswa seperti kemampuan, minat, dan lingkungannya. Metode pengajaran itu harus pula bervariasi dan memberikan pengalaman berbahasa yang beraneka bagi siswa,
merangsang siswa untuk belajar, serta memudahkan siswa memahami bahan pembelajaran. Metode yang dipilih pun harus mudah dioperasikan dan tidak menuntut peralatan yang rumit.
Dengan demikian berbagai pendekatan dalam pembelajaran bahasa Indonesia seperti: menyimak, berbicara, membaca, menulis, apresiasi sastra, dan kebahasaan membutuhkan metodik khusus untuk menunjang terlaksananya tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.
1. Teknik Pengajaran Menyimak
Menyimak atau mendengarkan adalah salah satu aspek keterampilan berbahasa. Menyimak berkaitan erat dengan berbicara, membaca, dan menulis. Namun hubungan antara menyimak dan berbicara lebih erat bila dibandingkan dengan hubungan antara menyimak dan membaca ataupun menyimak dan menulis. Komunikasi lisan tidak akan berjalan bila menyimak tidak disertai berbicara atau sebaliknya berbicara mestilah disertai kegiatan menyimak.
Guru bahasa Indonesia di SD harus berupaya agar pengajaran menyimak disenangi oleh siswa. Hal ini dapat terlaksana apabila guru benar-benar menguasai materi dan cara atau metode pengajaran menyimak. Khusus dalam metode pengajaran menyimak tersebut guru harus mengenal, memahami, menghayati, serta dapat mempraktikkan berbagai cara pengajaran menyimak. Teknik pengajaran menyimak yang dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, antara lain:
a. Teknik Simak – Ulang Ucap
Teknik simak – ulang ucap biasanya digunakan dalam melatih siswa melafalkan dengan tepat unit-unit bahasa mulai dari unit terkecil sampai unit terbesar misalnya fonem, kata, kelompok kata, kalimat, dan paragraf atau wacana pendek. Model ucapan yang akan diperdengarkan dan tiru oleh siswa harus dipersiapkan secara cermat oleh guru. Bila memungkinkan guru dapat merekam model itu dalam pita rekaman.
Di samping hal tersebut di atas, metode simak – ulang ucap sangat baik untuk melatih siswa mengucapkan kembali atau meniru lagu kalimat, tekanan kalimat, dan tekanan kata dalam puisi.
b. Teknik Simak – Kerjakan
Teknik simak-kerjakan dalam pengajaran menyimak digunakan dalam memperkenalkan dan membiasakan siswa akan suruhan atau perintah. Biasanya suruhan atau perintah itu tersirat dalam kata kerja dasar, kata kerja berakhiran –kan, -i, atau –lah. Model suruhan atau perintah dipersiapkan oleh guru lalu disampaikan secara lisan kepada siswa.
c. Teknik Simak – Tulis
Teknik simak – tulis dikenal juga dengan dikte. Latihan dikte menuntut keseriusan siswa seperti memusatkan perhatian, mengenali fonem, tanda-tanda baca, penulisan huruf besar, membedakan ujaran langsung dan tak langsung, memperhatikan permulaan atau akhir paragraf dsb.
2. Teknik Pengajaran Berbicara
Keterampilan berbicara menunjang keterampilan bahasa lainnya. Pembicara yang baik memberikan contoh yang dapat ditiru oleh penyimak yang baik. Pembicara yang baik memudahkan penyimak untuk menangkap pembicaraan yang disampaikan. Keterampilan berbicara menunjang pula keterampilan menulis sebab pada hakikatnya antara berbicara dan menulis terdapat kesamaan dan perbedaan. Dua-duanya bersifat produktif. Dua-duanya berfungsi sebagai penyampai, penyebar informasi. Bedanya terletak dalam media. Bila berbicara menggunakan media bahasa lisan maka menulis menggunakan bahasa tulisan. Namun keterampilan menggunakan bahasa lisan akan menunjang keterampilan bahasa tulis. Begitu juga kemampuan menggunakan bahasa dalam berbicara jelas pula bermanfaat dalam memahami bacaan. Apalagi dalam cara mengorganisasikan isi pembicaraan hampir sama dengan cara mengorganisasikan isi bahan bacaan.
Keterampilan berbicara bersifat mekanistis. Semakin sering dilatihkan atau digunakan semakin lancar orang berbicara. Pembinaan dan pengembangan keterampilan berbicara harus melalui pendidikan atau pengajaran berbahasa. Hal ini dapat berlangsung di dalam dan di luar sekolah.
Pembinaan dan pengembangan keterampilan berbicara siswa di sekolah menjadi tanggung jawab guru-guru bahasa Indonesia. Mereka harus dapat menciptakan suasana dan kesempatan belajar berbicara bagi siswa-siswa. Mereka harus sabar dan tekun memotivasi dan melatih siswa berbicara. Karena itu guru bahasa Indonesia harus mengenal, mengetahui, menghayati, dan dapat menerapkan berbagai teknik, teknik atau cara mengajarkan keterampilan berbicara, sehingga pengajaran berbicara menarik, merangsang, bervariasi, dan menimbulkan minat belajar berbicara bagi siswa. Teknik pengajaran berbicara yang dapat diterapkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, antara lain:
a. Teknik Ulang-Ucap
Teknik ulang-ucap sangat baik digunakan dalam melatih siswa mengucapkan atau melafalkan bunyi bahasa kata, kelompok kata, kalimat, ungkapan, peribahasa, semboyan, kata-kata mutiara, paragraf, dan puisi yang pendek. Pada kelas-kelas rendah teknik ini biasa digunakan dalam melatih siswa mengucapkan fonem kata-kata, dan kalimat-kalimat yang pendek. Model ucapan harus jelas, jernih, dan tepat. Guru bahasa harus dapat menjadi model yang akan ditiru oleh siswa. Model ucapan ini dapat berupa ucapan langsung atau lisan dan dapat pula berupa rekaman. Berikut ini disajikan beberapa contoh dalam bentuk kegiatan guru dan siswa pada pembelajaran berbicara di Sekolah Dasar.
b. Teknik Lihat – Ucap
Teknik lihat-ucap digunakan dalam merangsang siswa mengekspresikan hasil pengamatannya. Yang diamati dapat berbagai hal atau benda, gambar benda, atau duplikat benda. Pada kelas-kelas rendah benda yang diperlihatkan untuk diamati sebaiknya benda-benda yang dekat dengan kehidupan siswa. Lebih baik lagi bila benda itu nyata. Jadi bukan benda atau hal yang bersifat abstrak. Bila benda atau hal yang bersifat abstrak dapat diberikan pada kelas-kelas lanjutan.
c. Teknik Deskripsi
Deskripsi berarti menggambarkan, melukiskan, atau memerikan sesuatu secara verbal. Teknik deskripsi digunakan untuk melatih siswa berani berbicara atau mengekspresikan hasil pengamatannya terhadap sesuatu. Melalui deskripsi ini, pembicara menggambarkan sesuatu secara verbal kepada para pendengarnya.
3. Teknik Pengajaran Membaca
Keterampilan membaca perlu sekali dikuasai oleh setiap siswa. Pertama, saat siswa dalam proses penyelesaian studinya keterampilan membaca diperlukan dalam mempelajari setiap mata pelajaran. Setiap mata pelajaran pasti memiliki buku teks yang harus dicerna oleh siswa. Kedua, bila siswa nantinya terjun dalam kehidupan bermasyarakat di luar sekolah keterampilan membaca itu tetap sangat diperlukan. Misalnya membaca koran, majalah, dsb. Bahkan dalam keadaan santai pun keterampilan ini tetap diperlukan. Misalnya membaca menu di restoran saat beristirahat, membaca teks film, dsb.
Pengembangan keterampilan membaca tersebut pertama-tama dibebankan kepada guru bahasa Indonesia di SD. Melalui pengajaran bahasa Indonesia, pokok bahasan membaca, guru harus mengarahkan siswanya agar dapat:
1) membaca atau melek huruf,
2) memahami pengertian dan peranan membaca,
3) memahami teori dasar membaca,
4) memiliki minat baca,
5) memiliki keterampilan membaca.
Melalui pokok bahasan membaca siswa mengenal, memahami, dan menghayati struktur bahasa mulai dari struktur yang terkecil sampai struktur yang terbesar. Struktur bahasa mencakup delapan aspek. Secara berjenjang struktur bahasa itu diurutkan sebagai berikut:
1) fonem,
2) morfem,
3) kata,
4) frasa,
5) klausa,
6) kalimat,
7) paragraf, dan
8) wacana.
Jenis kegiatan membaca ada bermacam-macam. Namun yang terpenting diantaranya adalah kegiatan membaca pemahaman. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang diikuti siswa semakin tinggi pula tuntutan penguasaan Keterampilan membaca pemahaman tersebut. Aktivitas siswa dalam membaca pemahaman selalu mengacu kepada pengecekan pemahaman siswa terhadap isi bacaan. Termasuk di dalamnya pemahaman kata, ungkapan, kalimat, isi paragraf, bacaan. Termasuk di dalamnya pemahaman kata, ungkapan, kalimat, isi paragraf, dan isi wacana dan akhirnya siswa dapat menceritakan kembali isi bacaan.
Guru harus berupaya agar pengajaran membaca disukai oleh siswa. Hal ini dapat terlaksana apabila guru telah menguasai materi dan cara penyampaian materi. Dalam segi penyampaian materi guru harus sudah mengenal, mamahami, menghayati, dan dapat
menerapkan berbagai teknik pengajaran membaca. Berikut ini disajikan beberapa contoh dalam bentuk kegiatan guru dan siswa pada pembelajaran membaca di Sekolah Dasar.
a. Teknik Lihat dan Baca
Guru mempersiapkan dengan cermat bahan bacaan yang akan diperlihatkan kepada siswa. Bahan bacaan tersebut dapat berupa fonem, kata, kalimat, ungkapan, semboyan, atau puisi-puisi pendek. Khusus dalam membaca permulaan bahan bacaan disertai bendanya atau gambar bendanya.
4. Teknik Pengajaran Menulis
Di sekolah pihak yang paling berkompeten menumbuhkan keterampilan menulis ini adalah guru bahasa Indonesia. Mereka harus melatih anak didiknya agar terampil menulis. Lebih-lebih guru bahasa Indonesia di SD harus dapat menumbuhkan keterampilan menulis ini pada setiap siswanya.
Menulis berarti mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan. Sarana mewujudkan hal itu adalah bahasa. Isi ekspresi melalui bahasa itu akan dimengerti orang lain atau pembaca bila dituangkan dalam bahasa yang teratur, sistematis, sederhana, dan mudah dimengerti.
Keterampilan mengekspresikan pikiran melalui bahasa yang teratur, sistematis, sederhana, dan mudah dimengerti itulah yang harus dilatih oleh guru bahasa Indonesia pada siswanya. Hal ini bisa dicapai melalui latihan menulis terarah dan berencana. Misalnya latihan menulis dalam bentuk yang paling sederhana, biasa, dan sukar. Berikut ini disajikan beberapa contoh dalam bentuk kegiatan guru dan siswa pada pembelajaran menulis di Sekolah Dasar.
a. Teknik Menggambar Garis
Menggambar garis digunakan dalam pengajaran pra-menulis. Tujuannya melatih otot-otot tangan agar terbiasa melakukan gerak dalam menulis. Garis-garis yang digambar adalah garis lurus, melengkung, membulat, dsb. Semua garis-garis tersebut relevan dengan penulisan huruf atau abjad. Dengan perkataan lain menggambar garis merupakan persiapan ke arah penulisan huruf.
Contoh kegiatan guru dan siswa pada saat menggambar garis tegak lurus:
Guru : Anak-anak lihat baik-baik garis berikut!
Siswa : (Melihat cara membuat garis dan gambar garis).
Guru : Sekarang anak-anak meniru Ibu menggambar garis lurus. Masing-masing menggambar di udara atau di awang-awang dahulu. Lihat baik-baik gerak tangan Ibu.
Siswa : Mengikuti dan meniru gerak tangan dari atas ke bawah membentuk garis lurus.
Guru : Sekarang lakukan hal tadi dalam bukumu masing-masing.
Siswa : (Menggambar garis-garis tegak di bukunya masing-masing).
Guru : (Berkeliling kelas memperhatikan siswa menggambar garis serta menolong siswa yang mengalami kesulitan).
b. Teknik Menyalin Huruf
Mengarahkan siswa agar dapat menyalin huruf harus berencana, terarah, selangkah demi selangkah. Mula-mula guru memperlihatkan gambar huruf yang cukup besar. Gambar itu dapat ditempelkan pada papan tulis. Atau setiap siswa mendapat kartu huruf tersebut.
Setelah mengamati gambar huruf siswa mengikuti garis-garis gambar dengan ujung pensil atau ujung jarinya. Petunjuk garis mana yang pertama diikuti dan arahnya ke mana sangat membantu siswa. Langkah berikutnya menghubungkan titik-titik pada gambar huruf yang sebagian garisnya dihilangkan. Sekali arah panah membantu siswa dalam bekerja. Setelah langkah pertama dan kedua dilakukan berulang-ulang siswa siap dan dapat menyalin huruf itu secara utuh. Begitu juga dengan huruf-huruf lainnya yang sama dilakukan oleh siswa. Akhirnya siswa dapat menuliskan huruf.
5. Teknik Pengajaran Apresiasi Sastra
Pengajaran apresiasi sastra di SD pada dasarnya ingin menanamkan hakikat apresiasi itu pada tingkat yang paling dasar. Itulah sebabnya materi pelajaran kadang-kadang diambil dari puisi atau prosa yang isinya sejalan dengan perkembangan jiwanya.
Sastra diajarkan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sampai sekolah menengah atas. Materi pengajaran sastra untuk ketiga jenjang pendidikan tersebut di atas tersusun secara lengkap dan utuh. Khusus untuk Sekolah Dasar materi sastra itu mencakup:
1) mitologi, dongeng, dan hikayat dari berbagai daerah,
2) cerita (fiksi) asli dan edisi yang disederhanakan,
3) puisi anak dan puisi modern/lama yang sederhana, dan
4) drama anak atau drama sederhana.
Apresiasi adalah pengenalan terhadap tingkatan pada nilai-nilai yang lebih tinggi. Artinya, seseorang yang memiliki apresiasi terhadap sesuatu, mampu menetapkan dengan tepat bahwa sesuatu itu baik, kurang baik, atau buruk. Meningkatkan apresiasi siswa berarti meningkatkan kemampuan memahami, menikmati, dan menilai suatu karya sastra. Dengan kata lain, kemampuan berapresiasi, dapat pula ditafsirkan sebagai tingkat kepekaan siswa terhadap nilai-nilai karya satra.
Berikut ini disajikan sejumlah teknik pengajaran sastra. Setiap teknik diberi penjelasan secara singkat. Kemudian disertakan juga contoh penggunaannya dalam bentuk kegiatan belajar mengajar di kelas. Teknik yang dimaksud antara lain:
a. Teknik Memperkenalkan
Teknik memperkenalkan biasa digunakan pada siswa kelas-kelas rendah. Melalui teknik ini siswa diarahkan kepada contoh-contoh karya sastra seperti puisi, prosa, dan drama sederhana. Pengenalan hasil sastra merupakan jembatan ke arah mencintai hasil sastra.
Proses pengenalan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai saluran. Misalnya pendengaran seperti menyimak pembacaan puisi-puisi pendek, kutipan prosa atau drama. Pengenalan itu dapat pula melalui menyimak dan mengucapkan kembali, menyimak dan menuliskan kembali, membaca dan menyalin atau menonton dramatisasi, pementasan, dan deklamasi. Jadi pengenalan hasil sastra dapat dilakukan melalui telinga mata, atau saraf (gerak tangan).
1). Simak
Bahan yang disampaikan harus dipilih dengan sebaik-baiknya. Taraf kesukaran, bahasa, struktur harus berimbang dengan kemampuan siswa. Bahasa tersebut akan lebih baik lagi apabila berada dalam pusat minat siswa.
2). Simak – Ulang Ucap
Pelaksanaannya adalah seperti berikut. Bahan itu disampaikan secara lisan kemudian siswa mengulangi ucapan guru. Atau bahan itu direkam dalam pita suara dan diperdengarkan kepada siswa. Kemudian siswa mengulangi ucapan seperti suara rekaman.
3). Simak-Tulis
Pada teknik simak-tulis kegiatan diikuti oleh menuliskan apa yang telah disimak. Karena itu bahan yang telah dipersiapkan dalam teknik simak – ulang ucap dapat digunakan sepenuhnya dalam pelaksanaan simak-tulis.
Guru : Di sini senang
Di sana senang
Di mana-mana kita senang.
Siswa : (Menulis, rekamannya seperti berikut)
Di sini senang
Di sana senang
Di mana-mana kita senang.
b. Teknik Menjawab Pertanyaan
Menjawab pertanyaan mengenai isi bacaan sering sekali dipraktekkan dalam pengajaran bahasa. Hal ini pun dapat dilakukan dalam pengajaran sastra. Salah satu cara untuk mengukur pemahaman siswa terhadap suatu karya sastra ialah melalui jawaban siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan isi karya sastra tersebut.
6. Teknik Pengajaran Kebahasaan
Pengajaran kebahasaan adalah salah satu aspek pengajaran bahasa Indonesia di SD yang meliputi: struktur kata, bentuk-bentuk kata, cara pembentukan kata, susunan kata dalam kelompok kata dalam klausa dan dalam kalimat, serta seluk beluk dalam kalimat. Tujuan pengajaran kebahasaan adalah agar siswa memahami struktur dasar bahasa serta dapat menerapkannya dalam kalimat baik secara lisan maupun tulisan dalam kehidupan sehari-hari.
Pengajaran kebahasaan tidak boleh berhenti pada pemahaman teori atau struktur dasar bahasa saja tetapi harus dilanjutkan sampai keterampilan menggunakan struktur itu. Mereka harus diberi kesempatan luas bagaimana menggunakan bahasa. Siswa belajar memahami makna kata serta penggunaannya dalam kalimat. Jadi siswa diberi kesempatan mempelajari aturan bahasa dan penerapan aturan itu dalam kegiatan berbahasa.
Melalui pengajaran kebahasaan guru mengarahkan siswanya agar:
1) memahami konsep struktur dasar bahasa Indonesia,
2) dapat membentuk kata, kelompok kata, klausa, dan kalimat,
3) dapat menerapkan struktur dasar bahasa dalam kalimat baik secara lisan maupun tulisan,
4) dapat menerapkan struktur bahasa tersebut dalam penggunaan bahasa sebagai alat berkomunikasi.
Berikut ini dibahas sejumlah teknik pengajaran kebahasaan. Setiap teknik akan diberi penjelasan dan contoh penerapannya dalam bentuk kegiatan guru dan siswa dalam kelas. Teknik pengajaran kebahasaan yang dimaksud, antara lain:
a. Teknik Melengkapi Kalimat
Ada beberapa cara yang digunakan dalam melengkapi kalimat. Pertama menyempurnakan afiksasi pada kata yang belum sempurna bentuknya, misalnya awalan, sisipan, akhiran, atau awalan dan sisipan. Kedua mengalihkan kelas kata, misalnya dari kata benda menjadi kata sifat. Ketiga menjadikan kata dasar menjadi kata ulang. Keempat menggantikan kata kepunyaan dengan bentuk –ku, -mu, -nya.
b. Teknik Menjawab Pertanyaan
Tanya jawab atau menjawab pertanyaan adalah salah satu cara untuk memancing siswa berekspresi. Ekspresi atau jawab siswa dalam kalimat sempurna sangat efektif dalam melatih siswa menyusun kalimat. Secara tidak sadar mereka diarahkan menyusun kalimat yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
De Porter, Bobbi dkk. Quantum Learning. Bandung: Kaifa. 2002.
________________. Quantum Teaching. Bandung: Kaifa. 2002.
Hernowo, Quantum Writing. Bandung: Mizan Learning Center. 2003.
Karsimin, Akung Keterampilan Dasar Mengajar (Modul Umum). Departemen Pendidkan Nasional, Direktoratt Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Dierktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, 2002.
Nasution. Berbagai Pendidikan dalam Proses Belajar dan Mengajar.. Jakarta : PT Bina Aksara. 1984.
Nurhadi, Agus Gerrad Senduk. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Surabaya: Universitas Negeri Malang. 2003.
Parera, J.D., Leksikon. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993.
Popham, W. James dan Eva L. Baher. Bagaimana Mengajar Secara Sistematis. Yogyakarta: Kanisius, 1984.
Purwanto, Ngalim dan Djenian Alim. Metodologi Pengajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar. Bandung: PT Rosda Jaya Putra, 1997.
Saliwangi, Basennang. Pengantar Strategi Belajar Bahasa Indonesia.
Malang: IKIP Malang, 1989.
Sudarmanto, Y.B. Tuntutan Metodologi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. 1993.
Sudaryanto, Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Kompetensi di SMU, Diklat Instruktur Guru Bahasa Indonesia SMU. Pusat Pengembangan Penetaran Guru Bahasa, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.