SELAMAT DATANG DI BLOG SDN 003 NUNUKAN SEMOGA BLOG INI BERMANFAAT UNTUK ANDA ---- BLOGER YANG BAIK POST KOMEN YACH

Senin, 20 Desember 2010

Pelayanan Anak Luar Biasa di Sekolah Biasa

0 komentar
Anak luar biasa adalah anak yang mempunyai sesuatu luar biasa yang secara signifikan membedakannya dengan anak-anak seusia pada umumnya. Keluarbiasaan yang dimiliki anak tersebut dapat merupakan sesuatu yang positif, dapat pula negatif. Dengan demikian, keluarbiasaan itu dapat berada di atas rata-rata anak normal, dapat pula di bawah rata-rata anak normal.
Jika dilihat dari jenis penyimpangan keluarbiasaan, Abdulrakhman dalam Pengantar Pendidikan Luar Biasa membedakan atas kelompok-kelompok berikut.
1. Kelompok yang mengalami penyimpangan dalam bidang intelektual, terdiri dari anak yang luar biasa cerdas (intelellectually superior) dan anak yang tingkat kecerdasannya rendah atau yang disebut tunagrahita.
2. Kelompok yang mengalami penyimpangan atau keluarbiasaan yang terjadi karena hambatan sensoris atau indera, terdiri dari anak tunanetra dan tunarungu.
3. Kelompok anak yang mendapat kesulitan belajar dan gangguan komunikasi
4. Kelompok anak yang mengalami penyimpangan perilaku, yang terdiri dari anak tunalaras dan penyandang gangguan emosi.
5. Kelompok anak yang mempunyai keluarbiasaan/penyimpangan ganda atau berat dan sering disebut tunaganda.
Pada saat ini telah tersedia sekolah-sekolah luar biasa yang dapat melayani pendidikan sesuai dengan jenis keluarbiasaannya. Anak luar biasa cerdas dapat masuk ke sekolah yang memberikan layanan khusus buat anak berbakat, anak tuna rungu dapat masuk ke sekolah yang sesuai. Bagi anak luar biasa yang secara jelas dapat terlihat keluarbiasaannya akan lebih mudah untuk memilihkan sekolah yang sesuai, namun jika keluarbiasaannya itu tidak jelas, besar kemungkinan anak tersebut masuk ke sekolah biasa.
Dari kelima kelompok anak luar biasa di atas, yang sering ditemui pada sekolah biasa adalah kelompok anak yang mengalami penyimpangan perilaku, karena pada kelompok ini tidak secara jelas terlihat gejala-gelaja keluarbiasaannya. Orang tua tidak menyadari bahwa anaknya berbeda dengan anak yang lain. Dengan pertimbangan berbagai faktor, banyak anak yang sebenarnya mengalami gangguan emosi dan perilaku menyimpang (tunalaras) oleh orang tuanya dimasukkan ke sekolah biasa. Jika demikian kasusnya, maka guru di sekolah biasa terutama guru SD harus dapat mengantisipasi keadaan tersebut. Oleh karena itu pada kesempatan ini yang akan dibahas adalah kelompok anak tunalaras dan anak yang mengalami gangguan emosi.
Pengertian, Klasifikasi dan Karakteristik Anak Tunalaras
Dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1991 disebutkan bahwa : tunalaras adalah gangguan atau hambatan atau kelainan tingkah laku, sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Sedangkan menurut Undang-undang tentang PLB di Amerika tunalaras disebut dengan gangguann emosi. Gangguan emosi adalah suatu kondisi yang menunjukkan gejala-gejala, antara lain: ketidakmampuan menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru, berlaku tidak pantas.
Menurut Rosembera, anak tunalaras dapat dikelompokkan atas tingkah laku yang beresiko tinggi dan rendah. Yang beresiko tinggi yaitu hiperaktif, agresif, pembangkang, delinkuensi dan anak yang menarik diri dari pergaulan sosial, sedangkan yang beresiko rendah yaitu autisme dan skizofrenia.
Untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami gangguan emosional atau tidak, kita dapat menentukan dari ciri-ciri atau karakternya. Dari segi sosial dan emosional, anak tunalaras akan menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut.
1. Perilakunya tidak dapat diterima oleh masyarakat dan biasanya melanggar norma budaya, aturan keluarga dan sekolah
2. Sering mengganggu, bersikap membangkang atau menentang dan tidak dapat bekerjasama.
Jenis Perilaku Menyimpang di Sekolah Biasa
Pada bagian pendahuluan telah dijelaskan bahwa keluarbiasaan anak dapat dibedakan menjadi anak luar biasa yang secara jelas dapat terlihat dan anak luar biasa yang sulit dideteksi. Orang tua yang memiliki anak jenis kedua biasanya tidak menyadari akan keluarbiasaan yang dialami anaknya sehingga memasukkan anak tersebut ke sekolah biasa.
Kelompok anak tersebut dapat diketahui melalui gejala-gejala yang ditunjukkan dengan perilaku yang menyimpang. Penyimpangan-penyimpangan perilaku anak tersebut, seperti anak suka jahil, iri hati, mencela, rewel, agresif, suka protes dan malas belajar. Menghadapi masalah penyimpangan perilaku anak tersebut, tidaklah akan terselesaikan dan anak berubah menjadi anak yang baik, jika saja kita mengatasi masalah tersebut dengan sikap reaktif dan perlakuan keras terhadap anak. Yang harus kita lakukan adalah tindakan proaktif untuk menemukan cara-cara memecahkan dan mengatasi masalah tersebut, dengan cara mengenali dan menganalisa, mengapa anak menunjukkan penyimpangan perilaku, kemudian kita cari solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Gejala-gejala perilaku menyimpang
1. Anak yang suka jahil
Perbuatan jahil adalah suatu perbuatan yang dilakukan seseorang terhadap orang lain dengan maksud mengganggu atau membuat orang lain menjadi tidak nyaman atau membuat orang lain menderita baik secara fisik maupun mental atau mengalami kehilangan sesuatu. Sementara itu si anak jahil begitu asyik menikmati dengan rasa puas melihat si korban menderita.
2. Anak yang suka iri hati
Perasaan iri hati yang berlebihan biasanya diwujudkan dengan perilaku mengganggu teman, berebut mainan, saling bantah dan sebagainya. Hanya karena hal-hal yang sepele anak dapat menjadi agresif atau suka menyerang kepada temannya. Dapat pula dilakukan dengan perbuatan yang sebaliknya dengan menunjukkan rasa murung, suka menyendiri atau bahkan mengurung diri.
3. Anak yang suka menyela
Kita mungkin pernah melihat anak yang suka menyela pembicaraan orang lain/orang tua walaupun orang tua menyuruh anak untuk pergi dan menjauh dengan baik-baik, anak justru menolak dan ngotot untuk terus nimbrung.
4. Anak suka agresif
Anak yang agresif akan menyerang teman/orang yang belum dikenal karena masalah yang sangat sepele, seperti berebut mainan, makanan, atau karena diolok-olok dan sebagainya. Akibat perilaku anak yang suka agresif menyerang temannya itu, dirinya ditakuti, dimusuhi dan dijauhi teman-temannya.
Penyebab Perilaku Menyimpang
Menurut Hendra Surya (Kiat Mengatasi Penyimpangan Perilaku anak 2004) berbagai perilaku menyimpang yang dialami oleh anak usia antara 3 – 12 tahun pada umumnya dilatarbelakangi oleh suatu unsur pemuas ego perasaan seseorang. Perilaku menyimpang tersebut tanpa disadari oleh suatu pertimbangan pemikiran, apakah perbuatan itu baik atau tidak. Perlu disadari, bawa setiap manusia memiliki ego perasaan yang menjadi keinginan bawah sadarnya.
Timbulnya perbuatan menyimpang karena ada suatu keinginan bawah sadar anak yang terhambat atau tidak diperolehnya. Hal ini akan mendorong anak untuk melakukan perbuatan menyimpang tersebut. Yang dimaksud keinginan bawah sadar yang terhambat tersebut adalah keinginan untuk selalu memperoleh perhatian.
Perbuatan menyimpang dilakukan karena merasa dirinya:
1. tidak mendapat perhatian
2. disepelekan
3. kehadirannya dianggap tidak ada
4. tidak mendapat peran apapun
5. sebagai pelengkap penderita
6. takut kehilangan peran dalam lingkungannya
Jika seorang anak memiliki perasaan-perasaan sebagaimana tersebut di atas, maka ia akan merasa terancam keberadaannya, sehingga ia akan melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menarik perhatian orang yang berada di sekitarnya.
Contoh kasus.
1. Anak tidak diajak dalam pemainan oleh saudara/teman-temannya, padahal dirinya ingin sekali turut bermain.
2. Anak merasa dikucilkan dari orang tua/saudara/teman sepermainannya.
3. Anak merasa bahwa orang tua lebih perhatian kepada adik baru
4. Anak merasa terusik dan terancam perannya atas kehadiran orang baru di lingkungannya
Karena rasa atau keinginan bawah sadar yang terhambat inilah, anak ingin membuktikan bahwa dirinya ada dan bisa melakukan sesuatu untuk mencari perhatian atau mempertahankan perhatian. Dia sebagai anak belum dapat mempertimbangkan baik- buruknya atau akibat dari perbuatan tersebut. Yang penting baginya kepuasan untuk dapat menggoda saudara/teman. Sebenarnya si anak akan menyampaikan pesan, bahwa dirinya perlu diperhitungkan keberadaannya dan perlu mendapat perhatian.
Memahami Anak Berperilaku Menyimpang
Pada zaman modern sekarang ini, peran guru sangat besar dalam pendidikan dan kehidupan anak, karena banyak tugas pendidikan yang semestinya dilakukan oleh orang tua dilimpahkan kepada para guru, karena berbagai alasan. Para guru dapat memberikan rasa aman baik secara sosial maupun emosiaonal, terutama untuk siswa-siswa yang memiliki perilaku menyimpang yang pada umumnya tidak dapat menerima perlakukan tersebut di lingkungan keluarga.
Keberadaan anak berperilaku menyimpang sering dihadapi guru pada saat mengajar. Pada saat-saat tertentu mereka tidak ada bedanya dengan anak-anak lain pada umumnya. Mereka memiliki wajah yang manis, sangat menggemaskan, namun ia juga sering terlibat pertentangan dengan peraturan sekolah dan guru. Dia sering menolak untuk mengerjakan tugas, membenahi peralatan atau duduk tertib di kelas. Dia sering berbuat ribut di kelas dan marah-marah tanpa sebab.
Untuk mengatasi permasalahan anak semacam itu, perlu ada kerja sama antar staf dan semua guru di sekolah. Penyimpangan anak tidak semata-mata dilakukan di dalam kelas saja, tapi terjadi juga di luar kelas pada saat jam istirahat. Ketika seorang siswa berbuat nakal di luar kelas, semua staf sekolah harus beranggapan bahwa hal tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab guru yang mengajarnya. Semua staf sekolah berkewajiban untuk mengasuh semua siswa pada saat di luar kelas.
Permasalahannya adalah, bahwa terdapat keengganan dari para guru untuk berbagi masalah dengan guru lain, terutama kepada yang lebih senior, karena takut dianggap gagal. Sebaliknya, guru lain juga enggan untuk menyampaikan tawaran kepada guru lain untuk membantu mengatasi berbagai hal yang terjadi. Namun perlu kita sadari bahwa satu-satunya cara yang efektif untuk menciptakan perilaku positif di seluruh sekolah merupakan tanggung jawab bersama seluruh staf sekolah.
Perlunya Saling Dukung antar Guru
Jika terdapat seorang siswa yang secara signifikan menunjukkan perilaku menyimpang, antar staf sekolah perlu saling memberikan informasi agar dapat ditetapkan langkah-langkah untuk melakukan tindakan bersama dalam mengatasi masalah tersebut. Kegiatan semacam ini harus dibakukan dalam bentuk peraturan sekolah, sehingga semua guru akan mendapat perlakuan yang sama.
Untuk membina budaya saling dukung di sekolah, tidaklah mudah, memerlukan waktu dan contoh dari orang yang lebih senior. Ukungan rekan sekerja bagi para guru dalam menghadapi anak-anak berperilaku menyimpang meliputi hal-hal berikut.
1. Pemahaman dari sekolah secara keseluruhan, bahwa perlunya kebersamaan dalam mengatasi masalah.
2. Pemahaman bahwa masalah-masalah perilaku yang besar membutuhkan pendekatan kelompok
3. Kebersediaan wali kelas untuk menerima dukungan dan pemahaman bahwa dukungan ini bersifat normatif.
4. Penyelenggaraan rapat oleh wali kelas dengan sesama kolega
5. Pengakuan bahwa penyimpangan perilaku seseorang bukanlah semata-mata tanggung jawab guru yang bersangkutan, tetapi merupakan tanggung jawab bersama.
6. Perlunya pembentukan forum sekolah
7. Ketersediaan dukungan sesama rekan di dalam observasi kelas dengan saling bertukar kelas.
Penyimpangan Sebagai Akibat
Pada saat mulai masuk sekolah, seorang anak telah membawa pemgalaman ke dalam lingkungan sekolah yang penuh dengan tuntutan dan peraturan. Kehidupan emosional anak telah terbentuk dari lingkungan keluarga dan telah dibekali pula dengan kepandaian bagaimana cara beradaptasi dengan orang lain. Pengalaman-pengalaman dalam keluarga dapat dirumuskan melalui pertanyaan-pertannaan berikut.
1. Apakah orang tua menghargai kegemaran membaca, pemecahan masalah?
2. Seperti apakah suri tauladan laki-laki di dalam hidupnya?
3. Bagaimanakah otoritas dan disiplin dipraktikkan?
4. Pilihan apa yang dimiliki si anak berkenaan dengan perilakunya sendiri?
5. Bagaimana pengelolaan konflik di rumah?
6. Untuk hal-hal macam apa ia mendapat perhatian, pujian atau hukuman?
Tidak semua anak yang masuk sekolah, terutama anak kelas satu, dengan pengalaman dari rumah tersebut mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan di sekolah. Beberapa anak mempunyai pengalaman di rumah, bahwa bicara dengan nada keras, bentakan dan teriakan, cemoohan, dan saling menyalahkan merupakan kebiasaan yang dilakukan. Pengalaman di rumah sering di bawa ke sekolah, sehingga terjadi benturan nilai yang akan nampak sebagai perilaku distruktif
Dapatkah Pengaruh Lingkungan Dinetralisir?
Saya pernah mengajar di sekolah swasta yang para siswanya berasal dari daerah kumuh. Para siswa berasal dari lingkungan pelacuran yang penuh dengan dekadensi moral, dari daerah pemulung yang relatif minim dalam masalah ekonomi, lingkungan tukang becak dan sejenisnya.
Umumnya kita akan terjebak pada pernyataan bahwa wajarlah bila anak-anak dari daerah tersebut mempunyai perilaku menyimpang. Dalam keadaan semacam ini, patutkah kita sebagai guru menyalahkan lingkungan keluarga dan tidak berusaha untuk memperbaiki perilaku mereka?
Perlu kita ingat bahwa seorang anak akan menghabiskan sepertiga dari harinya di sekolah. Selama waktu itu kita dapat menyediakan program, pilihan, kerangka kerja disiplin yang dapat mengajarkannya alternatif-altenatif untuk memberi rasa memiliki yang bertujuan dan meningkatkan pengendalian perilaku. Dalam pendekatan ini guru memiliki peran yang sangat penting.
Perilaku distruktif
Di sekolah sering kita temukan anak yang mendapat predikat nakal, karena menunjukkan perilaku yang tidak patut, tidak bertanggung jawab, menyalahi aturan dan tidak bertanggung jawab. Perlaku distruktif tersebut dapat berupa:
1. terus-menerus memanggil guru dan berbicara seenaknya
2. berjalan kesana-kemari di kelas
3. menggerakkan kaki terus-menerus di kursi
4. suara sangat keras
5. tidak mampu konsentrasi, dsb.
Istilah-istilah yang sering diberikan kepada anak-anak seperti itu adalah : conduct-disordered (berperilaku menyimpang), attention-deficit disordered (kurang perhatian), socio-emotionally disturbed (terganggu secara sosial dan emosional), hyperactive (hiperaktif). Semua istilah itu, lebih sering disebut dengan istilah berperilaku menyimpang.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa sekolah memiliki keterbatasan dalam memodifikasi lingkungan rumah.
Perilaku Mengajar
Pada saat anak-anak masuk sekolah, mereka harus belajar bersosialisasi, berbagi, bekerja sama, mengerjakan tugas-tugas belajar, dan menghadapi rasa frustrasi. Perilaku yang buruk sering kali dihubungkan dengan prestasi belajar. Untuk mencapai prestasi belajar yang baik, seorang anak harus dapat berkonsentrasi pada pekerjaannya, mau mengikuti petunjuk, mengerjakan respons tugas, tetap duduk di tempat, dan mematuhi peraturan kelas.
Contoh pendekatan yang dapat dilakukan guru untuk mengajarkan anak agar berperilaku baik.
1. bagaimana mengangkat tangan tanpa harus memanggil-manggil
2. bagaimana menunggu giliran dari pada menyerobot
3. bagaimana duduk di atas tikar pada jam pelajaran
4. bagaimana duduk di kursi mereka lebih dari beberapa menit
5. bagaimana berbicara dengan lebih perlahan
6. bagaimana berjalan di dalam kelas tanpa mengganggu atau menjengkelkan orang lain
7. bagaimana mempertimbangkan perasaan orang lain
8. apa yang harus dilakukan bila marah.
Dalam program perubahan perilaku hendaknya dilaksanakan sedemikian rupa, sehingga anak tidak merasa terbebani. Peruhan memerlukan waktu, dan tiap anak akan mempunyai tingkat daya tangkap yang berbeda. Keberhasilan perubahan dapat diukur dari penurunan frekuensi dan intensitas perilaku yang diharapkan. Pemulihan perilaku dapat dilakukan melalui gambar, percontohan, latihan yang ditargetkan, dorongan individual, dan umpan balik.
Cara mengatasi anak yang berperlaku menyimpang.
Reaksi yang biasanya muncul terhadap ulah atau perilaku anak yang tidak biasa adalah teguran, hukuman atau nasehat. Namun dengan cara tersebut anak tidak akan merasa jera. Perlu kita sadari bahwa anak melakukan perbuatan di luar kebiasaan, karena merasa dirinya tidak puas dan telah diperlakukan tidak adil menurut pemikiran anak. Dirinya merasa tertekan akibat tidak diperhatikan dan tidak mendapat peran apa-apa dari lingkungannya atau rasa khawatir kehilangan peran akibat kehadiran orang baru di lingkungannya. Dia memandang bahwa perbuatannya tersebut tidak salah, dia tidak menganggap bukan dirinya sebagai pemicu atau penyebab perbuatan tersebut.
Di balik perbuatan-perbuatan yang ia lakukan diharapkan orang di sekitarnya mau mengakui kekeliruannya . Ia ingin dirangkul dan diajak turut serta atau ambil peranan dalam permainan atau bergaul. Jadi yang anak inginkan adalah pengakuan bukan teguran.
Teguran, nasehat atau hukuman menurut tanggapan anak merupakan upaya orang lain untuk menekan dan memojokkan dirinya semata. Ini tidak adil, sehingga muncul dorongan untuk menolak perlakuan tersebut. Penolakan tersebu akan diwujutkan dalam bentuk perlawanan terhadap orang yang memberikan teguran, nasehat atau hukuman. Perlawanan tersebut dapat berupa reaksi kemarahan langsung maupun secara tersamar. Reaksi kemarahan langsung dapat secara verbal dengan menggunakan kata-kata kasar maupun fisik. Kemarahan secara tidak langsung dapat diwujutkan dalam perilaku seperti wajah cemberut, menangis, atau mengurung diri dan sebagainya. Di benak anak pun tertanam kesan negatif, bahwa dirinya disisihkan dan diperlakukan beda dengan yang lain, sehingga timbul antipati terhadap saudara atau teman.
Dengan demikian , bagaimana cara mengatasi anak yang sering melakukan perilaku menyimpang? Kadang-kadang kita kurang sabar menghadapi anak dengan perilaku yang di luar kebiasaan, sehingga cenderung untuk melakukan tindakan yang bersifat emosional. Padahal tindakan tersebut dapat lebih memperparah keadaan. Oleh karena itu sepatutnyalah kita tidak melakukan hal-hal sebagai berikut.
1. Jangan emosional menghadapi anak.
Walaupun perbuatan anak dianggap sudah lewat batas, sebaiknya tidak perlu dimarahi. Kita harus berusaha untuk menahan diri dan jangan biarkan diri kita terbawa emosi. Hadapi anak yang demikian itu dengan kesabaran dan jiwa yang penuh kearifan.
Bentakan, omelan atau hukuman fisik hanya akan menimbulkan reaksi negatif, sehingga anak akan melakukan perlawanan atau penolakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat lebih jauh, anak akan cenderung untuk mengulangi perbuatan yang tidak baik tersebut secara lebih keras atau brutal sebagai kompensasi ketidaksenangannya itu.
2. Jangan kucilkan anak.
Tindakan pengucilan dapat menimbulkan pemikiran yang negatif pada diri anak. Dengan pengucilan tersebut anak merasa bahwa keinginan-keinginannya tidak terakomodasi dan memandang orang tua tidak dapat memahami serta tidak mau mengerti keinginan-keinginan bawah sadar anak. Keterasingan dari lingkungan sosial dapat menyebabkan si anak cenderung menilai dirinya sebagai orang yang tidak berharga dan dicintai. Putusnya hubungan dengan lingkungan sosial dalam waktu yang panjang dapat menyebabkan depresi atau kehilangan gairah hidup, murung, pesimis, kurang inisiatif, selalu curiga dan membenci orang lain.
Sikap dan tindakan yang sebaiknya kita lakukan dalam mengahadapi anak yang berperilaku menyimpang.
1. Lakukan Pendekatan Kasih Sayang
Sentuhan yang lembut penuh perhatian dapat menimbulkan rasa senang pada anak, karena merasa diperhatikan. Untuk selanjutnya rasa kasih sayang dapat dilakukan dengan cara-cara berikut.
a. Ajaklah anak ke tempat yang dapat menyejukkan hatinya dengan suasana baru dan menyegarkan
b. Buatlah anak sedemikian rupa untuk mengungkapkan isi hatinya dengan suka rela, tanpa ada paksaan
c. Tunjukkan sikap kesediaan kita untuk mendengarkan dengan sungguh-sungguh dengan rasa empati
d. Ciptakan suasana yang menyenangkan
e. Ajak anak untuk menilai semua perbuatan yang telah dilakukan, sehingga anak dapat membayangkan seandainya perlakuan buruk itu menimpa dirinya.
2. Responsif terhadap perasaan anak
Untuk anak yang dilanda irihati, suasana hatinya penuh diliputi oleh nafsu marah, tertekan, kecewa, kesal dan benci, sehingga ia idak mau mendengarkan siapapun. Anak yang iri hati sebenarnya ingin diperhatikan.
3. Dengarkan suara hati anak
Untuk menciptakan suasana hati anak sehingga merasa diperhatikan, kunci utamanya adalah:
a. ciptakan hubungan baik kita dengan anak
b. kesediaan meluangkan waktu untuk anak
c. dengarkan keluh kesah anak
4. Binalah kasih saying antaranak
Langkah-langkah yang dapat kita lakukan untuk menumbuhkan kasih saying antaranak, antara lain :
a. berbuat adil terhadap semua anak
b. jangan bandingkan anak dengan anak lain
c. melakukan kegiatan bersama
G. Penutup
Menghadapi anak di sekolah dengan karakteristik yang heterogen diperlukan kesabaran yang cukup tinggi bagi para guru, terutama guru Sekolah Dasar. Hubungan antara guru dengan siswa sebaiknya tidak terlalu formil, agar anak tidak merasa asing dengan dunia sekolah. Guru harus dapat berperan sebagai orang tua yang dapat memperlakukan anak penuh kasih sayang. Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelainan sikap dan perilaku anak lebih banyak disebabkan kurangnya perhatian dan kasih sayang. Oleh karena itu dengan rasa penuh kasih dan pengetahuan yang memadai tentang kelainan tingkah laku siswa diharapkan kita sebagai guru akan mampu mengatasi persoalan-persoalan anak di sekolah.

0 komentar:

Posting Komentar