Pendekatan Monodisiplin atau sering disebut juga sebagai pendekatan struktural, yaitu suatu bentuk atau model pendekatan yang hanya memperhatikan satu disiplin ilmu saja, tanpa menghubungkan dengan struktur ilmu yang lain. Jadi, pengembangan materi berdasarkan ciri dan karakteristik dari bidang studi yang bersangkutan.
Dalam pendekatan pengorganisasian materi ini sejarah diajarkan terpisah dari geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik, dan hukum. Begitu juga manakala guru mengajarkan ekonomi akan terlepas dari bidang studi lainnya. Hal ini dikarenakan materi pelajaran yang diajarkan siswa sepenuhnya dikembangkan dari disiplin ilmu yang bersangkutan secara mandiri. Bentuk pendekatan pengorganisasian ini merupakan bentuk tertua dari bentuk-bentuk pengorganisasian materi yang ada dan berkembang dewasa ini.
Menurut Udin Saripudin W. (1989: 87) model pendekatan ini memusatkan perhatian pada konsep dan metode kerja suatu disiplin ilmu sosial tertentu, misalnya antropologi atau sosiologi. Hal yang menjadi titik pangkal pendekatan ini adalah konsep atau generalisasi atau teori yang menjadi kekayaan bidang studi yang bersangkutan. Contohnya, yaitu sebagai berikut.
Pendekatan interdisipliner memusatkan perhatian pada masalah-masalah sosial yang dapat didekati dari berbagai disiplin keilmuan sosial. Hal yang menjadi titik tolak pembelajaran biasanya konsep atau generalisasi yang berdimensi jamak atau masalah sosial yang menyangkut atau menuntut pemecahan masalah dari berbagai bidang keilmuan sosial.
Pendekatan Interdisipliner disebut juga pendekatan terpadu atau integrated approach atau istilah yang digunakan Wesley dan Wronski adalah ‘correlation’ untuk pendekatan antarilmu, sedangkan integration untuk pendekatan terpadu. Dalam pendekatan antarilmu dikenal adanya ini (core) untuk pengembangan yang berdasarkan pada pendekatan terpadu (integration approach) yang merupakan tipe ideal konsep-konsep dari berbagai ilmu-ilmu sosial atau bidang studi telah terpadu sebagai satu kesatuan sehingga bahannya diintegrasikan menurut kepentingan dan tidak lagi menurut urutan konsep masing-masing ilmu atau bidang studi.
IPS yang tadinya hanya terbatas pada penyederhanaan ilmu-ilmu sosial semata, meningkat kepada nilai, sikap, dan perilaku dan pada perkembangan berikutnya telah melibatkan bagian-bagian di luar disiplin ilmu-ilmu sosial. Masuknya humaniora, sains, matematika, dan agama menunjukkan bahwa IPS tidak lagi bergerak dalam kelompok disiplin ilmu-ilmu sosial saja yang dikenal dengan pendekatan multidisiplin (multy disciplinary approach), tetapi sudah memasuki bidang disiplin lain atau yang dikenal dengan ‘cross disciplines’.
Hal itu menunjukkan bahwa perkembangan IPTEK telah mempengaruhi perkembangan masyarakat dan tidak terkecuali masyarakat Indonesia pada saat sekarang ini. Banyak penulis terkemuka yang mengkaji dan menjelaskan hubungan itu di antaranya Daniel Bell, dan Naisbitt. Daniel Bell bahkan telah berbicara tentang ‘post industrial society’ serta dampak dari kapitalisme, sedangkan Naisbit bertutur tentang sepuluh kecenderungan-kecenderungan yang mempengaruhi perubahan masyarakat.
Model pendekatan pengembangan pengorganisasian cross disiplin ini diistilahkan dengan Jaringan kegiatan lintas kurikulum. Kegiatan Jaringan lintas kurikulum ini bermanfaat untuk mengaitkan dua atau lebih mata pelajaran dalam satu sajian belajar-mengajar yang utuh. Dengan adanya pendekatan ini maka tumpang tindih antarpokok bahasan baik yang terjadi antarilmu-ilmu yang ada dalam interdisiplin ilmu atau antardisiplin ilmu dapat dihindari sehingga dapat menghemat waktu dan menghindari kebingungan serta kejenuhan siswa. Model ini lebih tepat diterapkan di SD karena guru mengajarkan semua pelajaran/guru kelas. Pendekatan ini pun dapat diterapkan pada tingkat lanjutan dengan cara melakukan koordinasi antarguru bidang studi.
Prinsip Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPS
Penganut konstruktivisme kognitif berpandangan bahwa makna suatu realitas tidak terletak pada realitas itu sendiri, tetapi pada struktur mental atau skemata-skemata interpretasi yang terdapat di dalam pikiran (kognisi) manusia.
Konstruktivis sosial lebih memandang faktor interaksi dengan lingkungan sosial dan variasi sosial-budaya sebagai faktor yang banyak berpengaruh pada konstruksi pengetahuan individu.
Dalam perspektif konstruktivisme kognitif, pembelajaran Pendidikan IPS sebagai suatu ilmu pengetahuan atau pengetahuan sosial, seyogianya dikondisikan agar mampu memfasilitasi siswa melakukan interaksi diri dengan berbagai lingkungan sosial yang lebih luas.
Pembelajaran IPS harus menekankan pada pengembangan berpikir. Terjadinya ledakan pengetahuan menuntut perubahan pola mengajar dari yang hanya sekadar mengingat fakta yang biasa dilakukan melalui metode kuliah (lecture) dan latihan (drill) dalam pola pembelajaran tradisional menjadi pengembangan kemampuan berpikir kritis (critical thinking).
Dalam pembelajaran IPS banyak sekali model yang dapat mengembangkan proses berpikir siswa, di antaranya sebagai berikut.
Model Reflective Inquiry
Inti dari pengorganisasian yang berpusat pada berpikir reflektif ialah pengembangan kemampuan mengambil keputusan atau decision making skill.
Model Berpikir Induktif (Inductive Thinking)
Telah diakui bahwa kemampuan untuk membentuk konsep merupakan salah satu keterampilan dasar berpikir. Model berpikir induktif dirancang dan dikembangkan oleh Hilda Taba (1966) dengan tujuan untuk mendorong para pelajar menemukan dan mengorganisasikan informasi, menciptakan nama suatu konsep, dan menjajagi berbagai cara yang dapat menjadikan para pelajar lebih terampil dalam menyikap dan mengorganisasikan informasi, dan dalam melakukan pengetesan hipotesis yang melukiskan hubungan antarberbagai data.
Model Latihan Penelitian (Inquiry Training)
Model ini dirancang untuk melibatkan para pelajar dalam proses penalaran mengenai hubungan sebab akibat dan menjadikan mereka lebih fasih, cermat dalam mengajukan pertanyaan, membangun konsep, merumuskan, dan mengetes hipotesis.
Model Penelitian Sosial (Social Science Inquiry)
Model ini dikembangkan atas dasar kerangka konseptual yang sama dengan model penelitian ilmiah yang diterapkan dalam bidang ilmu-ilmu alamiah dan model penelitian sosial dalam bidang ilmu-ilmu sosial.
Model Reflective Inquiry
Inti dari pengorganisasian yang berpusat pada berpikir reflektif ialah pengembangan kemampuan mengambil keputusan atau decision making skill.
Model Berpikir Induktif (Inductive Thinking)
Telah diakui bahwa kemampuan untuk membentuk konsep merupakan salah satu keterampilan dasar berpikir. Model berpikir induktif dirancang dan dikembangkan oleh Hilda Taba (1966) dengan tujuan untuk mendorong para pelajar menemukan dan mengorganisasikan informasi, menciptakan nama suatu konsep, dan menjajagi berbagai cara yang dapat menjadikan para pelajar lebih terampil dalam menyikap dan mengorganisasikan informasi, dan dalam melakukan pengetesan hipotesis yang melukiskan hubungan antarberbagai data.
Model Latihan Penelitian (Inquiry Training)
Model ini dirancang untuk melibatkan para pelajar dalam proses penalaran mengenai hubungan sebab akibat dan menjadikan mereka lebih fasih, cermat dalam mengajukan pertanyaan, membangun konsep, merumuskan, dan mengetes hipotesis.
Model Penelitian Sosial (Social Science Inquiry)
Model ini dikembangkan atas dasar kerangka konseptual yang sama dengan model penelitian ilmiah yang diterapkan dalam bidang ilmu-ilmu alamiah dan model penelitian sosial dalam bidang ilmu-ilmu sosial.
Hakikat belajar inkuiri didasarkan untuk menemukan makna dari “kebenaran”, sedangkan alat belajarnya dengan menggunakan data informasi yang diperoleh lewat proses inkuiri itu sendiri dengan memperhatikan reliabilitas dan validitas. Oleh karena itu, inkuiri suatu pendekatan dalam belajar yang dapat dijadikan kriteria dasar dalam memilih dan menentukan metode untuk membuat model belajar-mengajar untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik melalui berpikir ilmiah, seperti perumusan masalah dan hipotesis atau pertanyaan penelitian, pengumpulan data, pengujian hipotesis, dan penarikan kesimpulan.
Pedoman untuk menciptakan iklim inquiri agar berhasil dengan baik (1) kelas diarahkan pada pokok permasalahan yang telah jelas rumusannya, tepatkan cara inkuirinya serta arahnya, (2) agar dipahami bahwa tujuan inkuiri adalah pengembangan kemampuan membuat perkiraan-perkiraan serta proses berpikir, (3) peranan pertanyaan dan kemampuan menemukan pertanyaan (teknik bertanya) dari guru akan sangat menentukan keberhasilan inkuiri, (4) hendaknya diberikan keleluasaan kepada siswa untuk mengembangkan berbagai kemungkinan (alternatif dalam bertanya atau menjawab, (5) bahwa jawaban dapat diutarakan dalam berbagai cara sepanjang hal ini mengenai permasalahan yang sedang diinkuiri, 6) bahwa pada umumnya inkuiri menggali nilai-nilai atau sikap maka karenanya hormatilah/hargailah sistem kepercayaan/nilai dan sikap siswa-siswa Anda, (7) guru hendaknya menjaga diri untuk tidak menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan, (8) usahakan selalu jawaban bersifat merata dan komparatif (saat diperbandingkan dengan lainnya).
James A. Banks mengemukakan pengertian tentang fakta, konsep, generalisasi, dan teori, yaitu fakta adalah satuan peristiwa atau hal tertentu yang merupakan data mentah atau pengamatan ilmuwan sosial. Fakta biasanya dinyatakan dalam bentuk pernyataan yang bersahaja dan positif. Fakta adalah data aktual. Konsep adalah istilah atau ungkapan abstrak yang berguna untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekelompok hal, ide atau peristiwa. Istilah yang memberi label atau nama pada kelompok objek yang sama, atau memiliki kesamaan tertentu disebut konsep. Generalisasi adalah pernyataan tentang hubungan-hubungan dari dua konsep atau lebih. Generalisasi merupakan alat yang berguna bagi kita untuk menyatakan hubungan di antara fakta-fakta atau informasi yang kita peroleh menurut cara yang sangat tersusun rapi dan sistematis. Teori adalah suatu bentuk pengetahuan tertinggi dan merupakan tujuan utama dari ilmu pengetahuan. Teori membantu kita dalam menjelaskan dan meramalkan perilaku manusia Teori terdiri dari serangkaian dalil atau generalisasi-generalisasi yang saling terkait dan dapat diuji.
Konsep-konsep dapat dibedakan dalam 7 dimensi, meliputi atribut, struktur, keabstrakan, keinklusifan, keumuman, ketepatan, dan kekuatan.
Menurut David Ausubel, ada tiga maksud utama dari penggunaan model advance organizers, yaitu agar di dalam belajar siswa mempunyai kerangka kerja yang jelas, organizers yang dipilih secara hati-hati dapat menghubungkan informasi yang telah tersimpan dalam memori siswa dengan pelajaran baru, dengan menghubungkan antara informasi yang telah tersimpan dalam memori dan apa yang dipelajari dapat membantu siswa dalam melakukan proses encoding.
0 komentar:
Posting Komentar