Seperti dilansir dari Antaranews.com, kata Awang, perlu langkah strategis untuk mempercepat pembangunan kawasan perbatasan, mengingat arti strategis wilayah yang bersebelahan langsung dengan Malaysia itu sebagai beranda negara.
Menurut Awang, mengingat kawasan yang dibangun begitu luas, yakni sepanjang 1.034 Km sehingga perlu dukungan semua pihak baik pemerintah pusat maupun daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia di Kaltim, yakni Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau dan Kabupaten Kutai Barat.
Terkait upaya mendapatkan dukungan itu, Awang sudah menyampaikan masalah perbatasan kepada Wakil Presiden, Muhammad Jusuf Kalla, pekan ini dan mendapat dukungan penuh pemerintah pusat.
Kaltim akan membangun daerah perbatasan sebagai "beranda republik" atau daerah terdepan sehingga kawasan itu bisa menjadi pusat perekonomian di wilayah utara Kaltim.
"Paling tidak, kita berupaya membangun kawasan itu tidak terlalu kalah dengan Malaysia," katanya.
Ia menilai, apabila kawasan perbatasan bisa dikembangkan menjadi sabuk hijau, yakni terbangunnya perkebunan skala luas serta HTI akan mampu menyerap puluhan ribu tenaga kerja, mengingat sektor perkebunan dan perhutanan menyerap banyak tenaga kerja.
Pembangunan di kawasan perbatasan memiliki arti strategis terutama menghapus berbagai kerawananan di daerah itu yang bahkan sempat disebut sebagai "daerah tak bertuan" karena maraknya pembalakan liar, penyelundupan dan pencurian ikan.
Pemprov Kaltim bertekad membangun daerah sepanjang 1.034 KM untuk perkebunan dan hutan tanaman industri (HTI) untuk menarik tenaga kerja gelap yang kini ada di Malaysia kembali ke Indonesia.
"Apabila terdapat sejumlah perusahaan perkebunan dan HTI di wilayah Indonesia, sudah tentu bisa mengurangi minat pekerja untuk ke Malaysia, apalagi apabila gaji yang diberikan sama dengan yang mereka peroleh dari negeri jiran," tambahnya.
Lemahnya pembangunan di kawasan perbatasan, menyebabkan kini tercatat ada 156.218 warga miskin di kawasan perbatasan yang tersebar pada 14 desa.
Berbagai kelemahan serta ketertinggalan pembangunan kawasan perbatasan pada gilirannya menghambat berbagai program untuk meningkatkan perekonomian serta kesejahteraan rakyatnya.
Konsep menjadikan kawasan perbatasan sebagai sabuk hijau kini didukung dengan telah terbentuknya badan khusus pengembangan perbatasan, yang kepala badannya sudah dilantik baru-baru ini, yakni Prof. Dr. Henry Patton.
Langkah Awang tersebut dinilai sejumlah kalangan sangat maju karena beberapa kali pergantian pemerintahan (presiden) di Indonesia, penanganan masalah perbatasan tidak terealisasi.
Sejak masa Orde Baru berbagai program telah dijalankan pemerintah namun semuanya tidak terealisasi dengan baik bahkan hanya ada yang sampai tingkat wacana disampaikan oleh beberapa presiden sebelumnya, antara lain menjadikan kawasan perbatasan sebagai "Kawasan Berikat", Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), pembentukan Badan Otorita, dan akan membangun pembangunan sawit skala luas sebagai sabuk hijau.
Program jangka pendek dalam menangani berbagai kerawanan masalah perbatasan, Pemprov Kaltim akan segera membeli pesawat helikopter, meningkatkan landasan pacu Bandara Nunukan agar bisa didarati pesawat berbadan lebar, serta terus melakukan koordinasi dengan pihak TNI dalam mengembangkan pos pengamanan perbatasan.
0 komentar:
Posting Komentar